Langsung ke konten utama

BALONKU

Sumber: pixabay

Kemarin, ada uwa main ke rumah. Bawain balon, banyak banget. Ditiup jadi besar. Aku senang sekali.

Hari ini, ibu membiarkan aku dan adek main berdua saja. 

"Abang, main bareng sama adek ya. Dijagain ya adeknya, ibu mau masak dulu."
"Iya, Bu," jawabku.
"Kalau butuh bantuan, abang panggil ibu saja ya. Ibu di dapur." 
"Iya, Bu," ucapku lagi.
"Adek main dulu sama abang ya, nggak apa-apa, nanti abang jagain kok. Main bareng ya...," kata ibu kepada adek.
Adek diam saja, asik dengan balon yang sedang ia remas dengan gemas.
Ibu mengelus kepala adek, lalu pergi ke dapur.

"Adek, balonnya jangan diremas, nanti pecah," kataku.
Adek masih tetap meremas balon.
"Adek! Jangan! Nanti balonnya pecah," ucapku lebih kencang.
Ibu melongokkan kepala dari dapur. "Ada apa sayang?"
"Adek remas balon saja Bu. Nanti kan meletus kalau terlalu kencang."
"Nggak apa-apa Bang. Adek mungkin gemas." 

Kamipun melanjutkan bermain.
Adek terus meremas gemas, terus dan terus hingga akhirnya...
"Duar!!!"
Balon adek meletus. Adek kaget dan menangis. Ibu tergopoh menghampiri. 
"Kenapa sayang? Balonnya pecah? Adek kaget? Gak apa-apa sayang, nanti tiup lagi balonnya ya," kata ibu, mencoba mendiamkan tangisan adek yang semakin kencang.
Mata adek melihat ke arah balon yang sedang kupegang. Ia meraung, mencoba menggapai balon di tanganku.
"Gak boleh! Ini kan balon abang," kataku kesal.

Adek semakin merajuk, meminta ibu mengambilkan balon milikku.
"Adek tiup balon yang baru ya, itu kan balon abang, sayang. Tidak boleh rebutan ya..."
Adek tetap saja menangis dan merajuk.
Ibu ambil balon baru, kemudian meniupnya. 
Tapi adek tetap saja menangis dan meminta balon yang kupegang.
"Adek, tidak boleh merebut ya..." Ibu menyerahkan balon yang baru saja ditiup kepada adek. Adek menolak, ia tetap berkeras mau balon milikku. Tangisnya semakin kencang, ia nampak lelah menangis terus. Suara tangisnya semakin parau.
Aku kasian melihat adek, tapi ini kan balonku.
"Abang, boleh gak balonnya tukeran?" Ibu bertanya padaku.
Aku diam saja. Bimbang.
"Balon adek pecah, punya abang masih utuh. Adek maunya balon punya abang, tidak mau yang baru. Abang mau berbuat baik gak ke adek. Abang kasih balonnya ke adek, ya. Boleh?" Ibu mencoba meminta ijinku.
"Kalau abang berbuat baik sama adek, nanti abang dapat pahala ya bu?"
"Iya, sayang. InsyaAllah."
"Iya, bu. Kasian adek nangis terus. Nih balonnya buat adek aja," ucapku kemudian.
"MasyaAllah, tabarakallah. Terima kasih, Abang..." ucap ibu sambil memelukku erat.
Aku sayang adek, aku gak mau lihat adek sedih lagi.
Ku berikan balonku kepada adek, "Nih balonnya buat adek, jangan nagis lagi ya...."
Adekpun tersenyum riang. Aku senang melihat adek kembali tersenyum.
Namun, lagi-lagi adek meremas balonnya.
"Adek, jangan diremas, nanti pecah lagi!!!" teriakku gemas.

#Day8
#BundaBerkisah
#pejuangliterasi

#TantanganODOP4
#onedayonepost
#odopbatch6
#fiksi




Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em...

Menumbuhkan Sikap Kemandirian pada Anak Usia Dini

Kemandirian merupakan salah satu aspek kehidupan yang tak bisa dilepaskan dari proses pembelajaran anak usia dini, sebagai pembekalan diri dalam menjalani kehidupan di masa depan. Doc pribadi Menurut KBBI, mandiri artinya dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Sementara kemandirian, menurut pakar psikologi, Soetjiningsih (1993) didefinisikan sebagai perilaku yang ditandai oleh adanya aktivitas sendiri, kepercayaan diri, inisiatif dan tanggung jawab. Dari pengertian tersebut, dapat kita simpulkan bahawa terdapat empat aspek penting dalam sikap kemandirian, yaitu: Aktivitas sendiri Seorang anak bisa dikatakan mandiri, ketika ia mampu bertindak atas kehendaknya sendiri. Ia tidak takut untuk menyuarakan keinginannya. Lewat pelatihan kemandirian sejak usia dini, maka anak akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, ia tidak takut untuk mengutarakan keinginannya sekaligus sanggup menyelesaikan setiap persoalan atau masalah yang dihad...