Langsung ke konten utama

Sudahkah kita berdamai dengan perbedaan?

Pixabay

Kamu ingin dimengerti dan berharap orang lain menerimamu apa adanya, namun dirimu berkeras menjadikan orang lain berubah seperti yang kamu mau?!? C'mon, dont be selfish, please...

Cintailah mereka apa adanya, sebagaimana engkau ingin dicintai sebagai dirimu apa adanya. Bukan untuk saling memaklumkan diri ketika berbuat salah, namun bersama membangun diri menjadi lebih baik dengan dikelilingi hujan cinta berpayung penerimaan utuh, bukan sekedar banjir caci maki dan penghinaan karena kelamahan yang kita miliki. 

Saling menghargai perbedaan untuk memperkaya wawasan kita, bukan saling mencari kekurangan untuk dijadikan bahan olokan dan menjatuhkan.

Karena sejatinya, perpecahan terjadi bukan semata karena perbedaan, melainkan bagaimana cara pandang kita melihat perbedaan itu sendiri. 

Isi kepala boleh berbeda, karakter diri bisa tak sama, namun itu tak bisa menjadikan alasan kita untuk berpecah belah. Karena sesuatu dikatakan menyatu ketika ia pada awalnya adalah dua hal atau lebih yang berbeda, yang kemudian dicampurkan menjadi kesatuan.

Seperti magnet yang semakin tarik menarik, ketika kutub berbeda saling didekatkan.
Seumpama potongan puzzle yang tersusun sempurna ketika bagian rekatan dengan garis bertolak belakang kemudian menyatu padu.
Bagaikan garis lengkung bertemu cekung, ia akan merekat sempurna tanpa celah.

Begitulah kehidupan, justru Tuhan ciptakan manusia berbeda-beda untuk saling melengkapi, saling mengisi dan saling menyempurnakan. 
Maka, masihkah kita terusik dengan segala perbedaan hingga menjadikannya sebagai suatu kendala?

Renungilah kembali.
Sudahkah kita menyadari perbedaan sebagai aset berharga mewujudkan kehidupan yang semakin berwarna dan kian sempurna?

Marilah saling berpagut, satukan perbedaan dengan saling menghargai dengan penerimaan utuh, bukan memaksakan suatu perbedaan agar menjadi sama. Karena, terkadang persamaan justru membuat hidup terasa monoton. Tak berkembang. Hanya begitu begitu saja.

Ibarat masakan, kita butuh rasa manis, asin asam, hingga pahit dalam satu sajian, sehingga makanan terasa lebih lezat dan lidah tak henti mencecap nikmat.

Jika semua orang di dunia punya wajah yang sama, pemikiran serupa, karakter tak beda, yakinkah kamu benar-benar akan aman, tentram dan damai dengan hal itu? 
Bintang saja tak akan terlihat cemerlang di langit bercahaya, justru ia terlihat bersinar karena gelapnya malam, bukan? 

*ntms*

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em...