Chapter 3
![]() |
Sumber: pixabay |
Rania yang selalu ceria. Rania yang selalu ramah. Rania yang berhati lembut. Rania yang bisa melebur dalam segala umur. Ia disukai anak kecil hingga orang tua berusia senja. Tapi satu hal yang selalu dipertanyakan semuanya, Rania yang seharusnya pantas dicintai pria mana saja yang ia suka, mengapa masih saja berstatus lajang hingga kini.
Pertanyaan serupa dari siapa saja, dari yang betul betul peduli hingga yang hanya sekedar basa basi. Dari pertanyaan yang penuh intimidasi hingga pernyataan penuh empati. Semua suka sekali bertanya serupa. Mengapa Rania masih sendiri?
Bertahun-tahun berulang seperti itu, hingga akhirnya Ia pasrah dengan takdirNya. Ia kembali membangun keyakinan akan Kebaikan dalam setiap kehendakNya.
Bukan, bukan karena lelah berdiri sendiri yang membuat Rania luluh dengan tawaran kedua orang tuanya untuk menjodohkan dengan seseorang yang mereka anggap pantas mendampingi putri semata wayangnya. Namun, Rania tahu, kedua orang tuanya sangat menyayangi dan mengharapkan kebaikan untuk gadis bermata sayu itu. Biarlah, untaian puisi penuh bunga yang menggaung di telinga ia titipkan pada takdirNya. Satu yang ia genggam erat hanyalah keyakinan pada segala ketetapanNya bahwa apapun adalah kebaikan yang ia butuhkan walaupun dalam kacamata manusia lemah seperti dirinya hal itu bukanlah sesuatu yang diidamkan.
"Jadi kamu udah fix terima perjodohan ini Ran?" suara cempreng Gita menggema di ujung telepon.
"Iya Git, seperti yang kamu bilang, papa sama mama pasti bertujuan baik dan mengharapkan kebaikan buat aku."
"Barakallah ya Ran, semoga dia memang jodoh terbaikmu."
"Thanks Git"
"Jadi gimana orangnya?" suara di ujung sana kembali terdengar penuh antusias.
"Beuh si Gita mah, mulai deh ghibah."
"Hahaha, kan penasaran Ran. Cowok kayak gimana yang akhirnya mampu meluluhkan hati seorang Rania Geova Sahara, yang lebih suka puisi dibandingkan ngobrol sama cowok ganteng sekalipun."
"Lebay ah!"
"Hihihi. Ya udah abaikan. Ntar pas kita ketemuan, cerita ya!"
"Iya, bawel!"
"Hahaha. Pokoknya harus cerita. Janji ya!"
"Iye! Bawel amat sih ya emak satu ini."
"Ya udah. Bye calon emak," goda Gita, menutup percakapan di telepon siang itu.
Klik, Rania menutup telepon dengan lesu.
Tak tahu apa yang kini bercokol di pikirannya. Haruskah ia bahagia dengan keputusannya ini, ataukah ketakutan akan terus menghantui hari-harinya di masa depan?!? Entahlah. Yang pasti ia tak hendak menyesali apapun yang telah terucap lisan. Setidaknya, melihat seulas senyum bahagia merona di wajah kedua orang tuanya, adalah alasan terkuat, mengapa ia tak boleh menyesal. Biarlah kepasrahan dan keyakinan utuh pada Sang Penentu Qada dan Qadar menuntunnya pada jalan apa yang akan ia temui nanti.
"Allah, Laa haula walaa quata illa billah." Lirihnya mencoba kembali menata hati.
#komunitasonedayonepost
#odop_6
#fiksi
Semangat ya Mba...
BalasHapusSemangat! 💪
HapusAssalamualaikum...
BalasHapusWaalaikumsalam ����
BalasHapusSubhanallah
BalasHapus