Langsung ke konten utama

Licik versus Cerdik

Sumber: pixabay


Sepintas licik dan cerdik memang sangat mudah dibedakan. Dimana licik identik dengan perbuatan tidak menyenangkan, sedangkan cerdik berarti suatu kemampuan yang mengandung nilai positif.
Namun, dalam aplikasinya, ternyata antara si licik dan si cerdik itu terasa amat tipis. Karena terkadang orang licik ini selalu bermain halus, memperdaya semanis mungkin, hingga tak tersadari keberadaannya. Mungkin, yang bisa membedakan dengan jelas dan yakin hanya dirinya sendiri (si pelaku). Lagi-lagi ini masalah kesadaran diri menjunjung tinggi moralitas bangsa lewat perilaku diri sendiri.
Ah, lebay ah!
Mungkin. Tapi, mari kita pindai bersama.
Contoh fenomenal si cerdik adalah, ketika ia bisa memanfaatkan momentum, kesempatan, peluang dan kelebihan dirinya untuk mengoptimalkan hasil tanpa menodai norma agama, hukum dan norma susila dalam masyarakat. 
Misalnya, ketika seorang selebriti mendulang namanya untuk menaikkan sebuah produk. Artinya ia sedang mendayagunakan momentum, disaat banyak mata tertuju dan mengenal dirinya. Tak ada salahnya toh menggunakan nama besarnya untuk meraih keuntungan, selama kualitas produk tidak jomplang dengan nilai kepopulerannya dalam masyarakat.
Sah sah saja bila kita hendak memanfaatkan kelebihan diri untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Itu yang namanya cerdik. Tahu bagaimana mengawinkan antara peluang, nama besar dan kualitas sehingga menetaskan karya yang unggul.
Bukan sekedar menempel pamor sekenanya pada sebuah produk, dengan mengesampingkan kualitas.
Nah, bedanya dengan si licik adalah ia akan menggunakan segala cara agar apa yang diinginkan terwujud tanpa mau tahu, apakah tindakannya merugikan orang lain atau bahkan melanggar norma agama, hukum dan norma etika yang berlaku dalam masyarakat.
Jadi, si licik hanya mendompleng nama besarnya demi keuntungan pribadi, dengan mengesampingkan kualitas bahkan menjatuhkan produk pesaingnya. 
Namun, jangan pernah takut tersaingi oleh si licik, karena tindakan merugikan biasanya tak akan bertahan lama. Cepat popular namun segera ditinggalkan dalam kurun waktu yang sekejap. 
Beda dengan si cerdik, walau momentum telah usai, acapkali pelanggan kembali berkali-kali bukan sekedar karena ketenaran sebuah nama besar, namun lebih kepada jatuh hati pada kualitas yang ditawarkan.
Nah, itu hanya contoh kecil tindakan cerdik dan licik.
Ada yang jauh lebih kompleks dan rumit untuk ditelaah perbedaannya, karena saking halusnya si licik ini. 
Ada baiknya kita lebih memperuncing lagi naluri kita dengan selalu berbuat kebaikan sekecil apapun, untuk menajamkan lagi mata batin, supaya kelak akal dan hati kita bisa lebih mudah tercerahkan untuk menilai mana yang benar-benar cerdik atau justru sangat-sangat licik.
Semoga tidak membingungkan ya. 
Yang terpenting adalah dimana kita memposisikan diri kita sekarang, menjadi si cerdikkah atau malah menjadi si licik???



#komunitasonedayonepost
#odop_6

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta