Chapter 1
![]() |
Sumber: pixbay |
"Atas apa yang terendap di relung jiwa.
Kini ia hanya berdiam tanpa nyawa.
Bergelung dalam prasangka.
Bergelut bengis tanpa bahasa.
Dan yang tertinggal hanyalah sesal.
Yang mengganjal.
Dalam lubuk terjal.
Dengan berjuta aral."
Ku tutup buku dengan lesu. Entah mengapa,
aku selalu suka puisi, lantunan kata yang terangkai indah dan mengena. Membacanya kerap membuatku terhanyut. Seolah bait demi bait mewakili buncahan rasa dalam dada, membiusku masuk kedalam cerita.
Mungkin bagi sebagian orang, puisi hanyalah sebatas kata yang terangkai sekehedak hati si penulis, yang terkadang sangat absurd dan tak mudah dipahami. Namun bagiku, puisi adalah bahasa jiwa yang kerap menorehkan kesan mendalam selepas membacanya, seabsurd apapun itu.
Tak sedikit orang yang kemudian dekat denganku berjengit, setelah tahu bagaimana peliknya hubungan emosional antara aku dan puisi. Mereka akhirnya
menganggapku aneh, mungkin. Biarlah.
Toh sekeras apapun mereka 'menasehati', nyatanya aku tetap tak bisa berpaling dari bait puisi yang menghanyutkan rasa.
Siang ini, seperti biasa, aku hanya bergulung dalam pikiranku sendiri. Membaca ulang koleksi buku puisi, mencoba menghempas segala prasangka yang sempat mencabik bilik hati. Aku yang tak pernah menghiraukan ucapan setajam sembilu sekalipun, entah mengapa, kini getar emosi merobek logika, kata keji seolah menghujam, terngiang menderu tanpa henti di labirin pikiranku.
"Aargh!"
Ku hempas buku dengan keras. Aku kesal. Sangat kesal. Tak pernah rasanya sekesal ini.
Kubaringkan diri, menutup mata, menghirup udara panjang, menghembus kembali dengan perlahan.
"Wahai hati, tenanglah," lirihku kemudian.
*********
Rania Geova Sahara. Penyuka puisi yang tak pandai menulis puisi. Ia memang tak berbakat. Puisi bukanlah passionnya. Namun membaca puisi selalu membuat hatinya seolah tergelitik. Entah rasa apa yang mencecap jiwanya. Otaknya tak mampu mencerna rasa dan getar yang menelusup dalam kalbu menjadi sebentuk kalimat sempurna.
Ia bukanlah pecinta puisi dan prosa yang terobsesi memiliki buku puisi para pujangga legendaris di seluruh dunia. Buku-buku koleksinya pun hanya sebatas buku puisi karya penulis lokal yang baru menetas. Tak ada kecenderungan mencintai jenis puisi tertentu. Dan ia tak tahu apapun tentang puisi. Baiklah, katakan saja ia sekedar penikmat puisi yang mampu melebur ke dalam setiap kata yang tersusun di dalamnya.
#komunitasonedayonepost
#odop_6
#fiksi
Sajian ceritanya renyak banget, apik dan enak. Suka puisi tpi gk pandai bkin puisib:D
BalasHapusWow, makasih ya sudah diapresiasi. Berasa malu masih pemula dibilang apik. *tutup muka* 😁
HapusKeren mbak.
BalasHapusAih, makasih mba. Aku tuh ya minder loh liat blog nya mba Nining, berasa remahan rengginang. 😅
Hapus