Langsung ke konten utama

Bersahabat dengan Alam, yuk!

Sumber: koleksi pribadi

Pada hakikatnya, seorang anak adalah  pembelajar sejati. Ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah yang tertanam dalam jiwanya. Tanpa perlu dipaksakan, ia akan berjalan mengikuti sunnatullah. 
Ia terlahir dengan sempurna, membawa tiga potensi diri yang telah Allah karuniakan sebagai bekal menapaki kehidupan, menjadi seorang khalifah di bumi. 

Manusia dan alam semesta tak akan pernah bisa terpisahkan, secanggih apapun teknologi yang kini kian bergaung. Nyatanya, kerusakan akibat ulah manusia tak terelakkan. Teknologi tak menjamin kehidupan manusia terbebas dari kebergantungan terhadap alam. Suka tidak suka, pada akhirnya manusia masa kini kembali berdamai dengan alam. Mereka mulai concern terhadap kelestarian alam, dan berupaya seoptimal mungkin mendayagunakan kekayaan alam secara lebih efektif, efisien dan ramah.
Berbagai teknologi ramah lingkungan kini mulai menjamur. Semua berlomba menisbatkan karyanya sebagai produk ramah lingkungan. 

Manusia modern kini seolah tersadarkan, alam adalah sumber kekayaan dan kebaikan yang harus dijaga dan dilestarikan. Maka tak ayal, pendidikan usia dini pun tak lepas dari trend ini.  
Orang tua masa kini, yang notabene memiliki anak yang hidup di era milenial, mulai ketar ketir menatap masa depan anaknya kelak. 

Alam sudah terasa tak bersahabat lagi, karena ulah manusia yang semena-mena. Maka berduyun orang tua milenial kembali menggaungkan pentingnya menjaga kelestarian alam. 
Karenanya, pendidikan anak sudah tak bisa dipisahkan lagi dengan alam. Mendekatkan anak dengan alam sudah menjadi keharusan. Selain untuk kembali mengakrabkan mereka dengan alam agar lebih memiliki rasa sayang dan peduli, juga pengajaran bebasis pendekatan alam pun dirasa sesuai dengan fitrah yang disandang manusia, yang cenderung suka bereksplorasi dengan alam.
Maka tak diragukan lagi, bagi seorang balita, 
alam adalah kawan baiknya. Ia begitu terobsesi dengan segala unsur alam. Ketika ia bertemu dengan alam, nalurinya akan serta merta menerjemahkan ini sebagai sesuatu yang menyenangkan.

Adakah anak kecil yang tidak suka bermain tanah, air, batu, kayu dan sejenisnya? Secara alamiah mereka akan tertarik pada hal berbau alam. Betah berlama lama berkecipuk dalam air, tak mau berhenti mengorek dan menghambur tanah, teramat girang menumpuk dan melempar batu. 
Ya, kecenderungan ini bisa berubah hanya karena pengaruh dari orang yang lebih dewasa, yang kerap melarang, mencekoki pikiran mereka dengan kata "jangan!" "kotor", "jijik", dan sebagainya. 

Wahai ayah, wahai ibu. Biarkanlah ananda "berguru" dengan alam. Tak usah kau sibuk memutus rasa ingin tahunya dengan penolakan bertubi-tubi.
Cukup saja kau amati dan observasi. Berilah ia ruang untuk berekspresi dan bereksplorasi. Tugasmu hanyalah memfasilitasi sembari tetap mengawasi. Menjaga ia tetap aman saat bermain, tanpa risau yang berlebihan. Jika dirasa perlu, cukup kau edukasi, mana yang masih bisa ditolerir mana yang sekiranya membahayakan. Biarkan nalarnya mencerna kata demi kata dengan lebih nyaman, bukan dalam ketakutan dan kekhawatiran berlebihan.

Buatlah pembelajaran terasa menyenangkan. Bukan sesuatu yang menyeramkan, yang kelak membuat ia malas mencari tahu, enggan menggali potensi diri, dan cuek dengan kondisi alam. Karena ia terlanjur menjauh dari alam, merasa asing dan tak cukup peduli dengan isu kerusakan lingkungan yang kini kian merajalela.
Mari kita kembalikan fitrah anak kita, agar kelak ia tumbuh menjadi manusia paripurna, manusia rahmatan lilalamin. Khalifah bumi, penjaga kedamaian dan kelestarian alam semesta raya.

*imho*

#komunitasonedayonepost
#odop_6

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...

Musik Klasik versus Musik Tradisional

Judul film: Our Shinning Days (2017) Cast: Xu Lu (Chen Zing) Peng Yuchang (Li you) Luo Mingjie (Wang Wen) Asal film: China Genre: comedy romance Durasi: 103 menit Beberapa bulan ke belakang, di  newsfeed akun facebook  saya muncul cuplikan sebuah film yang membuat jari saya tak kuasa menolak menekan tombol play . Benar kan, adegan yang terlihat kemudian membuat saya betah menonton sampai akhir. Menarik. Kata pertama yang terlintas di kepala. Sayangnya, saat itu saya tidak menemukan informasi lebih lanjut apa gerangan judul film tersebut. Ajaibnya, semalam, ketika iseng berselancar di platform youtube , tampaklah satu  channel yang mempost sebuah film drama asia berjudul " Our shinning days" yang ternyata adalah versi full dari cuplikan adegan film di facebook. Kebetulan lagi di kelas fiksi odop ada tugas me review film, pucuk dicinta ulam pun tiba.  Film ini bergenre comedy romance. Berlatar...