Langsung ke konten utama

Kisah Ibrahim Mencari Tuhan

Koleksi pribadi

Menjelang subuh, abang terbangun. 
"Bu, mau minum," ujarnya.
"Boleh, ambil sendiri ya." Abangpun mengangguk.
Ibu membuka jendela, melongokkan sedikit kepala, menatap ke atas langit.
"Langitnya masih gelap bang," seru ibu kepada abang.
Abang penasaran, ikut melongok.
"Iya, bu."
"Sudah tidak terlihat bintang ya?" tanya ibu.
"Nggak ada" 
"Abang mau nggak ibu ceritain tentang bintang?"
"Iya bu," jawabnya pelan. Rasa kantuk di wajahnya belum sempurna memudar.

    Walau masih belia, Ibrahim sangatlah cerdas. Suatu ketika, saat malam menjelang, Ibrahim menatap langit. Matanya berbinar melihat kerlip bintang di langit.
"Wah bintang sangat indah, ini Tuhanku," serunya.
Namun saat pagi tiba, bintang menghilang.
"Tidak, bintang bukan Tuhan," ucapnya lirih.
Esoknya, ia kembali menatap langit malam, dan tampak bulan bersinar terang.
"Apakah ini Tuhanku? Ini terlihat lebih besar," gumamnya.
Namun, ketika pagi menjelang, bulanpun tak nampak lagi.
"Bukan. Bulan bukan Tuhanku."
Ketika siang hari, matahari bersinar terang. Cahayanya memancar benderang, menghangatkan tanah yang dipijak Ibrahim.
"Mungkin ini Tuhanku. Ini sangatlah besar dan bersinar," serunya girang.
Namun, ketika senja datang, matahari perlahan tenggelam. Langit kembali gelap.
Ibrahim lantang berkata, "Tidak, matahari bukan Tuhanku." 
Dalam benaknya Tuhan adalah sesuatu yang kekal, tidak akan pernah menghilang. Bintang, bulan dan matahari hanyalah bukti ciptaan Allah.
"Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan  bumi dengan cenderung kepada agama yang benar. Dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah." Ibrahim lantang berikrar.
Perkataan Nabi Ibrohim ini tercatat dalam Alquran surat Al anam ayat 79.

 إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ 


Abang terdiam sejenak, lalu berseru, "Bu, kalau nabi yang di dalam gua ada rumah laba-laba siapa. Ail mau dengar."
MasyaAllah, ternyata kisah Rasul dan laba-laba yang ibu kisahkan kemarin lusa masih teringat di benaknya. 
"Oh, yang kisah Nabi Muhammad?"
"Iya," serunya girang.
Ibupun kembali berkisah.
"Ibu kalau yang gajah menyerang Kabah gimana?"
Ibupun kembali berkisah.
"Yang melempar batu bu". Maksudnya Nabi Daud yang mengalahkan Jalut dengan ketapel. 
"Nabi yang sakit bu." (Nabi Ayub yang diuji dengan sakit oleh Allah swt)
Ibu kembali berkisah.
"Hingga Allah memberikan balasan kebaikan untuknya, seluruh harta, dan anaknya dikembalikan dua kali lipat sebagai balasan atas ketabahan dan ketaatan Nabi Ayub.
Suatu ketika nabi Ayub takjub melihat segerombolan belalang emas meluncur deras dari atas langit bagai hujan..."
"Ada di buku ya bu. Ail ambil ya..." serunya sambil berlari menuju kamar.

Dan akhirnya kita kembali bergelung di kamar, dengan hamparan buku tergeletak di lantai, menemani abang yang antusis membuka halaman demi halaman buku mencari kisah yang terbetik dalam ingatannya.
MasyaAllah, tabarakallah. Semoga Allah selalu menyisipkan keistiqomahan dalam hati untuk terus mencari kebenaran. 

#Day3
#BundaBerkisah
#PejuangLiterasi
#Bintang

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta