Langsung ke konten utama

Anakmu adalah Cermin Dirimu

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Anak akan memiliki karakter tak beda jauh dari orang tuanya. Mengapa demikian? Terlepas dari beberapa sifat yang memang sudah ada karena faktor genetik, namun ada faktor lain juga yang tak kalah pentingnya mempengaruhi sifat atau karakter seseorang. Sebut saja ia pendidikan dan pengasuhan atau bahasa kekiniannya parenting. 
Bagaimana anakmu di masa depan adalah gambaran dari bagaimana engkau mendidiknya dimasa sekarang. Maka ketika kau menyaksikan anakmu tumbuh dengan karakter yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya, lihat lagi, apa yang keliru dalam penerapan pendidikan dan pengasuhan anak yang telah engkau lakukan. 
Karena pendidikan terbaik adalah dengan keteladanan, maka berkacalah, sudah sejauh mana engkau memberikan contoh nyata pada anakmu, bagaimana menjadi manusia yang paripurna.
Terkadang kita sebagai orang tua, menuntut terlalu keras pada anak agar ia tumbuh dengan sempurna. Sempurna seperti apa yang orang tuanya yakini. Tetapi terlupa memberi teladan. Pun kita terlupa, bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah. Ketika anak melakukan kesalahan yang membuat ubun-ubun kepalamu seperti bergolak, kau lupa untuk memaafkan, merangkulnya dengan penerimaan utuh, mendekapnya dalam pelukan hangat, menghujaninya dengan bisikan kasih sayang tanpa henti. 
Anakmu adalah cermin dirimu, ia akan tumbuh dengan keyakinan dan prinsip hidup seperti apa yang orang tuanya  tanamkan sejak kecil. Maka, perkuatlah keyakinan dan prinsip hidup anakmu sesuai dengan kitab suci yang kau yakini, karena firman Tuhan didalamnya adalah pedoman hidup yang sempurna. 
Ketika keimanan sudah tertanam kuat dalam hatinya, maka seburuk apapun kondisi lingkungan diluar sana, tak lantas membuatnya ikut terjerumus didalamnya, karena keimanan yang kokoh akan serta merta menjaganya dari perbuatan yang nista. Dan kembali lagi pada hakikat sebuah pendidikan terbaik, yaitu dengan memberikan contoh nyata tanpa rekayasa, bagaimana orang tua menampilkan keseharian yang baik dan benar. Jangan sampai kita mengharapkan anak yang beriman secara kaffah, namun kita sendiri masih meragu. Ingin anaknya berakhlak mulia, tetapi kita sering memperlihatkan perilaku kasar dan tak elok. Ingin anaknya memiliki sikap hormat tetapi kita melupa untuk memberikan penghargaan tulus padanya. Ayo belajarl lagi. Karena menuntut ilmu adalah kewajiban setiap manusia. Bagaimana ia terus menerus mengupgrade kualitas dirinya sehingga pada waktunya ia tumbuh menjadi manusia paripurna.

5.9.18

#komunitasonedayonepost
#odop_6


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

SETULUS CINTA DEWI

Courtesy: Google "Segumpal rasa itu kau sebut cinta Seperti pelangi selepas hujan Ada rindu disana Bersemayam dalam harapan Yang perlahan memudar Saat rasamu ternyata tak kunjung terbalas" Dewi Maharani. Kisah asmaranya seumpama puisi. Indah membuai namun hanya ilusi. Berbilang masa ia setia. Namun waktu tak jua berpihak padanya. Adakah bahagia tersisa untuknya? *** "Wi, kamu habis ketemu lagi sama si Wijaya?" Suara ibu menggetarkan udara, menyambut kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. Dewi bergeming. Matanya lekat menatap semburat cahaya mentari yang memantul lembut dari sebalik jendela. "Wi, kenapa sih kamu terus memaksakan diri. Wijaya itu sudah beranak istri. Sudahlah, berhenti saja sampai disini. Sudah telalu banyak kamu berkorban untuknya," Wanita paruh baya itu menambahkan, kembali menasehati gadisnya untuk kesekian kali. Perlahan si gadis pemilik mata sayu menghela nafas, sejenak mengumpulkan kekuatan untuk membalas ucapan ibunda ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...