Langsung ke konten utama

Aku Suka Bermain Tanah



Pagi ini, seperti biasa, sebelum mandi pagi, aku, ibu dan adik bermain di luar. Waktu favoritku nih. Waktunya main tanah tanpa diomelin ibu. Hihi.
Aku senang bisa main tanah sepuasnya.

Ibu mengambil batu-batu yang berserakan. Aku dan adik sesekali menatap penasaran sambil tetap asik dengan alat tempur kami: sendok dan wadah.
Kulihat ibu sedang berkonsentrasi menyusun batu yang ia kumpulkan tadi dengan sangat perlahan. Satu, dua, tiga dan seterusnya hingga batu dapat tertumpuk sempurna. 
"Yeay!" Kami bersorak.

Tumpukan batu buatan ibu

Kuhampiri ibu.
"Ibu lagi apa?" tanyaku penasaran.
"Ibu lagi mencoba menumpuk batu, menyusunnya supaya bisa tegak berdiri." 
"Kok bisa gak jatuh ya bu?"
"Iya sayang, asalkan pondasinya kokoh dan bisa menempatkan batu pada posisi yang tepat, batunya gak akan roboh."
Aku manggut-manggut saja, walau tak sempurna mengerti apa yang ibu katakan.

"Abang suka main batu?"
"Suka bu."
"Kalau lagi main tanah sama batu, abang senang gak?"
"Iya bu, senang banget."
"Batu dan tanah adalah ciptaan Allah, bang. Abang harus besyukur sama Allah karena dengan batu yang Abang mainkan ini abang jadi merasa senang."
"Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah," ucapku kemudian.
"Selain mengucap syukur, cara berterimakasih sama Allah adalah dengan menjaga, memelihara dan menyayangi seluruh ciptaanNya ya bang."
Aku mengangguk.
"Tidak boleh merusak dan menyakiti ya bu?" ucapku mengulang perkataan ibu dulu yang masih kuingat.
"Ya. Betul sayang." ibu pun tersenyum menatapku. 

"Abang tahu gak manfaat batu untuk apa?"
Aku menggeleng.
"Batu bisa dipakai sebagai pondasi bangunan. Kayak rumah ini," tunjuk ibu pada rumah kami.
"Sebelum rumahnya terbangun, bawahnya dibuat pondasi dari tumpukan batu, supaya rumahnya gak gampang roboh."
"Pondasi itu apa bu?"
"Pondasi itu...." ibu tampak berpikir.
"Bagian dasar dari bangunan. Bagian terbawah, tumpukan batu yang disusun di dalam tanah agar rumah yang dibangun tidak mudah roboh" lanjut ibu panjang lebar menjelaskan.
Aku tetap tak mengerti, tapi aku kasihan melihat wajah ibu yang tampak berpikir keras.
"Iya bu," kujawab sekenanya.

Abang dan adik, asyik bermain tanah

Kuhampiri adik yang sedari tadi asik sendiri menyendok dan memasukkan tanah ke dalam wadah. Kuambil kembali sendok dan wadah milikku, aku pun  kembali sibuk menyendok tanah dan kerikil ke dalam wadah, mengikuti jejak adik, kulihat ibu tersenyum menyaksikan keasyikan kami berdua.


#Day5
#BundaBerkisah
#PejuangLiterasi


Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. šŸ™šŸ˜Š

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga šŸ¤² Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta