Ya, dunia literasi berkabung, ketika generasi muda lebih akrab dengan bahasa slank dibanding bahasa baku dalam KBBI sesuai dengan kaidah PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia).
Mengapa bahasa gaul lebih digandrungi? Mungkin karena bahasanya terdengar asik, unik dan beda. Menjadi beda memang terkadang membuat kita merasa lebih bangga, karena anak jaman now cenderung menyukai sesuatu yang out of the box daripada mainstream alias biasa saja.
Tidak ada salahnya dengan berbeda, yang menjadi masalah adalah ketika perbedaan dicari-cari sekedar untuk mengukuhkan eksistensi diri, tanpa faedah yang berarti.
Boleh saja menggunakan bahasa slank dalam percakapan sehari-hari, namun faktor urgensi-nya ialah, ketika kita akhirnya terbiasa dengan bahasa slank sehingga mengesampingkan bahasa baku yang menjadi bahasa kebangsaan alias bahasa resmi di negeri ini. Menjadikan generasi muda semakin malas membaca buku tebal berisi informasi dan keilmuan, yang umumnya ditulis dengan bahasa baku yang membosankan. Hal itu terjadi karena mereka terbiasa membaca postingan media sosial dengan bahasa slank bahkan alay yang membuat generasi jaman old mengernyitkan dahi membacanya.
Bahasa slank tentu saja bukanlah dosa, ia hadir memberi warna tersendiri dan semakin memperkaya warisan bahasa kita. Dengan catatan, ia digunakan secara tepat, bukan sebagai pengganti kedudukan bahasa resmi yang sakral.
Generasi muda millenial, yang terbiasa disuguhi segala hal serba cepat, gampang dan gak ribet, mungkin akan lebih mudah menerima sesuatu yang ringan dan instan. Tak heran bila kata dan istilah njelimet yang susah untuk dilafalkan menjadi momok yang begitu menakutkan. Itulah cikal bakal mundurnya kemampuan literasi generasi muda.
Ayo biasakan lagi menulis lengkap sesuai kaidah PUEBI tanpa singkatan dan ungkapan nyeleneh yang membuat kepala berdenyut menerjemahkannya. Kini bukan jamannya sms lagi, yang membatasi kita menuangkan kata demi menghemat pulsa. Jika dulu keterbatasan yang membuat kita (terpaksa) memangkas kata sehemat mungkin, kini di era milenial, kita dimanja dengan berbagai fasilitas obrolan, salah satunya sekelas whatsapp yang tak membatasi jumlah karakter. Sepanjang apapun kalimat yang kau tuliskan, tak akan membuat kuotamu mendadak kritis seketika.
Mari budayakan lagi menulis dengan baik dan benar, sebagai dukungan untuk mengkampanyekan gerakan literasi sejak dini. Jangan membuat ibu bapak semakin pening saat membaca pesan singkat yang alay dan berisi 'bahasa sandi' yang hanya dirimu sendiri yang memahami. Jadilah pejuang literasi. Salam.
*imho* *cmiiw*
#komunitasonedayonepost
#odop_6
Komentar
Posting Komentar