Musim penghujan sudah mulai menyapa. Suhu lingkungan yang semula begitu menyengat, bahkan di pagi hari sekalipun, kini semakin bersahabat. Anak-anak yang biasanya anteng main di dalam rumah, kini mulai tertarik untuk kembali bereksplorasi di halaman belakang rumah.
Seperti di pagi yang cerah, beberapa hari yang lalu. Seperti biasa, sepagian sebelum mandi mereka sejenak menikmati udara pagi di halaman belakang rumah. Entah sekedar saling berkejaran, memanjat tempat jemuran pakaian, atau bahkan bermain tanah.
Namun, ada yang istimewa pagi itu. Sekilas tatapan ibu terpaku pada satu tanaman yang tampak tak lagi berdaun. Setelah diperhatikan semakin dekat, rupanya ada penghuni istimewa di sana. Ya, ada beberapa ulat hijau yang berjalan di sepanjang rantingnya. Di sisi lainnya, bahkan ada yang telah bertansformasi menjadi kepompong.
Anak-anak yang ikut memperhatikan, terlihat begitu tertarik. Mereka menampakkan wajah penuh penasaran. Tanpa henti mulutnya saling berceloteh, tangan menunjuk-nunjuk dan mata memandang penuh minat.
Koleksi pribadi |
"Wah, di sini, Bu. Ada lagi yang lagi gerak-gerak."
"Kenapa ini diem aja?"
"Bu, ini udah jadi kepompong."
"Bu, kok ulatnya yang ini warnanya hitam. Ada duri-durinya?"
"Memangnya kalau masih bayi, ulatnya warnanya hitam, ya?"
Ya, ya ... bermain di alam ternyata memantik rasa ingin tahunya tentang berbagai hal. Dan, fenomena ini, bagi ibu adalah sebuan momen berharga.
Walau dalam hati merasa "geli" melihat ulat yang berjalan 'uget-uget'. Namun, demi memuaskan 'dahaga' mereka, ibu pun memberanikan diri untuk semakin mendekat. Mengajak mereka melihat lebih dekat. Memperhatikan dengan lebih seksama.
Banyak wawasan yang pada akhirnya mereka dapatkan secara langsung dari alam.
Ya, tak ada yang meragukan, kebaikan besar yang bisa kita peroleh dengan mengeksplor alam. Bahkan, melihat suatu hal secara nyata, akan jauh lebih berkesan, ketimbang hanya menatap dari balik layar gadget.
Esoknya, lagi dan lagi, rupanya rasa penasaran mereka tak jua beranjak. Setiap pagi mereka 'menengok istana para ulat'.
Ketika mereka menyaksikan, ternyata jumlah kepompongnya bertambah, anak ulat semakin besar dan tak lagi berwarna hitam, mereka semakin penasaran.
Maka, ibu ajak mereka sejenak meluncur ke dunia maya.
Saatnya kita mencari tahu, siapa sih ulat ini?
Dan, ketemulah informasi berikut dari wikipedia.
Namanya ternyata adalah Papilio demoleus. Dalam bahasa awam dikenal sebagai kupu-kupu jeruk. Karena memang sering menetap sebagai penghuni pohon jeruk.
Daur hidup kupu-kupu jeruk dimulai dengan telurnya, yang dilekatkan di atas sehelai daun. Telur setinggi 1,5 mm itu berwarna kekuningan ketika baru diletakkan, menjadi kemerahan di ujung atasnya ketika hendak menetas.[3][4] Telur ini kemudian menetas menjadi ulat, yang berganti kulit dalam setiap tahapannya (instar) hingga lima kali[5]. Terakhir, anak kupu-kupu ini menjalani hidup sebagai kepompong kurang lebih 1-3 minggu sebelum pada akhirnya keluar dan terbang sebagai kupu-kupu dewasa. (Wikipedia)
Beberapa hari kemudian, rupanya dewi fortuna sedang berbaik hati kepada duo krucil. Sore hari, ketika tengah bermain di luar, mata kami menangkap sosok cantik yang tak asing.
Koleksi pribadi |
Ya, rupanya, ada sesosok makhluk cantik yang tengah hinggap di dedaunan, mereka memiliki motif warna dan pola sayap yang sama persis dengan apa yang kita lihat di laman google.
Yeay, akhirnya, perburuan kita sempurna.
Ibu mendapatkan capture si ulat mulai dari bayi ulat yang hitam kecil berduri, hingga tumbuh sebagai kupu-kupu yang cantik.
Koleksi pribadi |
Walaupun butuh perjuangan yang lumayan, hingga bisa mendapatkan gambar yang sempurna. š
Akhirnya, rasa penasaran kita terbayar sudah.
Kini, menjelaskan proses metamorfosis kupu-kupu kepada duo krucil, khususnya si empat tahun, akan jauh lebih mudah. Karena ia mengalami sendiri, melihat dengan mata kepalanya, bagaimana bentuk nyata dari seekor ulat yang kemudian bertransformasi menjadi kupu-kupu yang cantik.
Alam selalu punya caranya sendiri untuk mengajarkan kita tentang banyak hal, termasuk tentang kehidupan makhluk lain di sekitar kita, yang terkadang tidak pernah kita perhatikan sebelumnya.
Ya, menjadi orang tua, pada akhirnya, membuat kita belajar hal-hal baru. Memaksa kita untuk ikut bertumbuh bersama Ananda. Menjadikan kita lebih tangguh, lebih berani, lebih kreatif dan lebih mau belajar lagi dari sebelumnya.
Benar sekali, ketika kita mendidik anak, maka sebenarnya kita sedang mendidik diri kita sendiri. Ketika kita ingin anak kita mendapat pendidikan terbaik, maka kita sebagai pendidik utama, secara otomatis akan berupaya untuk melayakkan diri dahulu agar mampu memberikan pendidikan terbaik kepada Ananda.
Ya, mari selalu berupaya, menjadi pendidik yang layak bagi Ananda. Semangat belajar. Semangat mendampingi tumbuh kembang Ananda.
Salam ibu pembelajar. š
#NonfiksiOdop7
#Day20
Terima kasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. šš
Komentar
Posting Komentar