RCO batch 6 sudah memasuki pekan kedua. Tugas pekan ini cukup unik, tidak mereview isi buku yang dibaca secara keseluruhan sebagaimana biasanya. Namun, kita ditugaskan untuk mengulas tokoh pada karya fiksi genre non romance yang kita telah baca hingga akhir halaman.
Judul novel yang saya pilih pada kesempatan ini ialah Labirin Sang Penyihir, sebuah novel anak bergenre fantasi karya Maya Lestari GF. Buku dengan ketebalan 200 halaman ini, menyuguhkan kisah yang seru sekaligus menegangkan.
Pemeran utama dalam kisah ini bernama Attar, seorang anak laki-laki berusia 11 tahun, yang memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar.
Hal ini yang kemudian memicu dia untuk berkeras memasuki sebuah wahana di dalam Arena Permainan walaupun mamanya melarang.
Sesungguhnya Attar adalah sosok anak pada umumnya. Ia memiliki rasa ingin tahu yang besar sekaligus keras kepala. Kepalanya dipenuhi dengan rasa penasaran, ingin mencoba, ingin mendapatkan apa yang ia inginkan, ingin merasakan keseruan, dan mudah tergoda dengan iming-iming mainan. Mana ada anak yang menolak ketika ditawari mainan yang banyak, iya kan?
Attar melihat kembali brosur di tangannya. Di situ ada iklan Taman Labirin, satu-satunya wahana permainan yang dibikinkan iklannya. Seorang perempuan berwajah cantik membagi-bagikan brosur itu pada setiap anak.
"Masuklah, sangat menarik. Ada hadiah di setiap simpang labirin. Kalian pasti suka," katanya.
Attar mengambil satu dan tanpa henti memandangi gambar aneka robot di brosur.
"Ada banyak robot di dalam," perempuan itu mengedipkan mata, "Kamu suka robot? Siapa namamu?"
"Attar."
(halaman 2)
Karena keinginan itu pulalah pada akhirnya yang mendorong Attar, dengan sisa keberaniannya, melangkahkan kaki menuju Taman Labirin, mengabaikan nasihat mamanya.
"Aku akan masuk ke sana," kata Attar pada Fanny, sepupunya. Fanny bisa menyimpan rahasia. Ia tak akan menceritakan apapun pada Mama.
(halaman 3)
"Ini hari terakhir," kata Attar, "besok semua permainan ini akan dobongkar, dan mereka pergi ke kota lain. Ini lesempatan terakhirku mencoba Taman Labirin."
"Mengapa tidak mencoba Rumah Monster saja?"
"Itu sudah biasa."
(Halaman 4)
Ya, Attar sangat kukuh dengan tekadnya. Jika ingin, maka ia harus. Ia memiliki karakter yang kuat. Attar juga suka petualangan, suka dengan hal-hal baru. Ia selalu suka mencoba sesuatu yang tidak biasa.
Ada banyak hadiah. Attar bisa mendapatkan lebih dari satu kalau ia berlama-lama tersesat dalam labirin.
(Halaman 6)
Lihat, Attar begitu visioner. Ia tidak takut tersesat. Baginya tersesat sebentar untuk mendapatkan hadiah mainan yang banyak adalah sesuatu yang layak untuk dilakukan. Jika tersesat, tinggal nyalakan pistol cahaya, maka bantuan akan datang, dan ia keluar dengan membawa banyak hadiah. Sangat pemberani, bukan?
Tapi, rupanya Taman Labirin tidak sesederhana itu. Pada akhirnya, Attar menyadari, ada yang aneh dengan Taman Labirin ini. Dan rasa takut pun perlahan menjalari hatinya. Ia ingat mama. Ia sudah melanggar larangan mama. Attar sedih. Attar menyesal. Namun, cukupkah sekedar menyesali, dan ia akan tiba-tiba keluar begitu saja dari jerat labirin sang penyihir?
Attar tahu, ia sudah memilih, dan setiap pilihan tentu akan membawa sebuah konsekuensi.
Attar harus bertanggungjawab dengan pilihannya. Ia tak boleh hanya berdiam diri. Kesalahan bukan untuk disesali, tetapi ia harus berupaya untuk memperbaiki. Ia harus berjuang. Melawan rasa takut. Melawan Sang Penyihir. Menaklukan setiap teka-teki yang akan mengantarkannya pada jalan kebebasan.
Petualangan dalam labirin, memberi banyak pelajaran dan kebijaksanaan pada diri Attar.
Seiring waktu berjalan, ia semakin tampak dewasa. Pikirannya, ucapannya dan perilakunya semakin bijaksana. Ia tidak lagi takut. Ia harus bangkit, menyelamatkan diri dan puluhan teman-teman lainnya dari jebakan sang Penyihir.
Hingga ia bisa menyelami perasaan Sang Penyihir. Ia tahu rasa sebuah empati. Ya, ia tidak takut lagi dengan Sara, Sang Penyihir. Ia tidak marah. Attar hanya merasa kasihan. Ia turut bersimpati. Walau begitu, ia tak ingin berlama-lama di dalam labirin Sang Penyihir. Ia rindu dengan kehidupannya bersama keluarga di luar sana. Attar merindukan Mama.
Sudah sejauh ini. Tinggal satu jawaban lagi, maka ia dan teman-temannya akan terbebas. Semakin banyak pertanyaan yang terjawab, semakin besar tantangan yang harus mereka hadapi, yang bahkan bisa melukai secara fisik.
Namun, Attar tahu, teman-temannya bahu membahu membantu Attar, mereka ikut berjuang, walau "kunci" kebebasan berada dalam 'genggamannya'.
Bagi Attar ini adalah hasil perjuangan bersama. Ia tidak egois. Ia mau mendengar masukan dari teman-temannya. Ia tidak berputus asa walau rasa takut terus merasuki dadanya. Ia bertumbuh semakin dewasa, bahkan melebihi usianya.
Ya, kadangkala, kepedihan, kepayahan, ketidakberdayaan justru adalah cara yang efektif untuk menumbuhkan jiwa kita menjadi semakin bijak dan dewasa.
Dan itulah yang berlaku pada Attar. Attar si bocah sebelas tahun yang 'bandel', kini menjelma seorang anak yang jauh lebih bijaksana.
Karena setiap jejak hidup, sepedih dan sesulit apapun adalah sarana untuk bertumbuh menjadi lebih baik, jika kita bisa dengan sabar dan pantang menyerah menjalani dan memaknainya sebagai pelajaran hidup.
Selamat Attar, kamu tak hanya berhasil 'menaklukan' Labirin Sang penyihir, namun juga telah berhasil menaklukan diri sendiri.
#nonfiksiOdop7
#Day13
#RCO6
#Tantanganpekan2
Terima kasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊
Wah seru sekali sepertinya cerita ini ya kakak Lee....
BalasHapusMantap. Keren banget kisah Attar, Mbk.
BalasHapusMacam harry potter nih sepertinya
BalasHapusSeru ceritanya ya ..
BalasHapusMasyaa Allah, ulasannya apik, Mba Lee. Terima kasiha atas tulisannya, Mbaa.
BalasHapus