Langsung ke konten utama

Review Suka-suka "Eva The Explorer"


Bulan Agustus kemarin tuh emang bulannya sale buku ya. Sampai enggak kerasa, emak ikutan kalap. Lihat harga yang jatuh nyungsep, kok ya enggak tega gitu kalau cuma dilewatin dan diliatin doang. Dan pada akhirnya banyak buku yang sebenarnya enggak butuh-butuh banget, atau enggak ngerti juga itu buku isinya kayak gimana, yang penting harganya super murah, langsung deh ni jari gercep ketik fix. 🤭


Oke, biar kalapnya sedikit berfaedah, Saya mau coba berbagi. Siapa tahu ada yang mau tahu dulu garis besar isi bukunya, sebelum membeli, dan kebetulan bukunya persis dengan yang saya beli ini.

Semoga bisa sedikit memberi gambaran, sehingga pas beli enggak zonk-zonk amat lah ya. 

Kadang kan gitu, covernya menggiurkan, pas dibaca tidak sesuai ekspektasi. Atau justru isi dalam buku tidak tercermin sama sekali dari sampul bukunya. 🤭

Maka, biar blog saya pun enggak kosong-kosong amat lah ya, beberapa hari ke depan, saya mau coba review beberapa buku hasil kalap ini. Kan sayang gitu udah dibeli, kalau harus kembali disimpan rapi di lemari (seperti nasib buku-buku hasil obralan terdahulu). 🙈

Baiklah, salah satu yang mau saya review kali ini adalah buku berjudul "Eva The Explorer". Buku ini, saya nggak tahu isinya apa, cuma sekilas lihat sampulnya sih kayaknya tentang review tempat atau semacam traveler gitu. 
Amazing-nya, ini buku harganya cuma ceban loh. Gimana dirikuh enggak tergiur coba, dari harga hampir seratus ribuan mungkin ya (lupa harga normalnya), terus terjun payung jadi seharga semangkok bakso. 😁

Ok kita mulai saja ya.

Judul Buku: Eva The Explorer, One Kawaii Auntie, Two Beautiful Countries
Penulis dan ilustrator: Evangeline Neo
Alih Bahasa: Kowiya
ISBN: 9786020264790
Tebal: 127 halaman
Tahun terbit: 2015 (versi terjemahan)
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo

Buku ini ternyata bukan semacam review tempat gitu. Bukan pula tentang traveling ke negari Sakura. Melainkan tentang perbedaan budaya dan gaya hidup antara dua negara, yaitu negara Jepang dan Singapura (tempat asal penulis).

Jadi ya, si Penulis ini pernah hidup di negara Jepang, tepatnya di Tokyo, ketika melanjutkan studi magisternya.

Koleksi pribadi

Kisah dan pengalaman mengherankan, menakjubkan, bahkan menggelikan yang ia rasakan selama di Jepang ini ia tuangkan dalam buku ini.

Menariknya, segala perbedaan budaya yang sangat ia rasakan antara negara asalnya dengan negara Sakura ini, ia tuangkan dalam bentuk ilustrasi yang lucu. Ya buku ini ternyata versi komik. Jadi sepanjangvhalaman penuh dengan gambar full color. Dengan beberapa gaya "penuturan" yang lebay, membuat kita yang membaca menjadi ikut takjub atau justru manggut-manggut membenarkan. 




Walaupun kita belum pernah singgah di negara Jepang, tetapi dari berbagai berita maupun informasi yang kita dapatkan, negara Jepang memang terkenal dengan disiplinnya. Dan hal itu seolah mendapat pembenaran dari pengalaman nyata seorang Eva selama berada di Jepang.

Ya, ternyata kehidupan di Singapura, berdasarkan isi buku di atas, tidak jauh berbeda dengan negara kita Indonesia. 

Ketika membaca halaman demi halamannya,  rasanya seolah saya sedang membandingkan antara negeri Sakura dengan Indonesia. 

Karena memang terasa mirip sekali. Seolah apa yang Eva rasakan, bisa juga saya rasakan. Bagaimana gap kebudayaan antara Jepang dan negara Singapura sangat terlihat sekali.

Namun, walau bagaimanapun, negara sendiri selalu mempunyai sisi yang tak tergantikan. Sebagaimanapun eloknya kehidupan di seberang sana, tetap saja kita pasti akan merindukan kenyamanan dan keakraban di negeri sendiri.

Apalagi jika kita belum terbiasa dengan ritme dan keteraturan di negeri sebelah. Bisa dipastikan, kita tetap akan memilih tinggal di negeri sendiri, dimana kita bisa menjadi diri kita sendiri, dimana kita bisa mendapat berlimpah kasih sayang dari keluarga, kerabat hingga teman dekat. Dimana kita bisa menikmati keunikan budayanya yang tak akan pernah kita dapatkan di negeri manapun.

Karena buku ini saya dapatkan dengan harga super duper murah, maka bagi saya sih buku ini worth it lah. Apalagi gaya penggambarannya itu lucu, bikin ketawa ketawa sendiri. Lumayan menghibur. Dan bacanya juga nggak capek, bisa selesai dalam sekali duduk. Namanya juga komik, tentu saja porsi gambarnya akan jauh lebih banyak dibandingkan tulisan. 😁

Ini buku cetakan tahun 2015, tapi berdasarkan pengalaman penulis di tahun 2012 an. Udah "kadaluarsa" mungkin ya. Tapi saya rasa, isinya masih 'klop' lah dengan situasi dan kondisi saat ini. Kayaknya kondisi tahun 2012 dan tahun 2019 enggak jauh berbeda, terutama dalam gaya hidup atau budaya bangsa yang tentu saja tidak semudah membalikan telapak tangan untuk merubahnya, bukan?

Sekian review suka-sukanya. Mohon maaf jika ada kalimat yang menyinggung. Mohon maaf juga untuk penyajian kalimat yang alakadarnya.



Semoga bisa sedikit memberi gambaran, "perlu atau tidak ya membeli buku ini?", jika suatu hari nanti nemu di 'obralan'. #eh 🤭🙏

#ODOPbersamaEstrilook
#Day5


Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. Hehe. Kemarin Minggu aku juga ke IBF Bogor ada buku murah, auto beli deh. Hehe

    Sayang kalau enggak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, berasa rugi ya kalau nggak dibeli, mumpung murah. 🤭🙈

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta