Langsung ke konten utama

Tips Menyapih tanpa "menakut-nakuti" part 1


Pic by pixabay

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Al Baqarah 233)


Anjuran untuk menyusui hingga dua tahun rupanya sudah tertuliskan pula dalam Al quran. Bagi seorang muslim, tentu dalil ini sudah cukup untuk meyakinkan diri bahwa begitu pentingnya ASI pada dua tahun pertama si Kecil. 

Nah, jika sudah purna dua tahun, bagaimana? 
Memangnya nggak boleh ya dilanjut menyusui hingga anaknya mau lepas sendiri (lebih dari 2 tahun) ? Harus dipaksakah?

Menurut beberapa artikel yang pernah saya baca, memang tidak ada batasan maksimal kapan anak harus disapih. Namun, berdasarkan dalil di atas, dengan menyusui hingga usia dua tahun, nutrisi yang terkandung dalam ASI tentu sudah terpenuhi. Artinya, setelah dua tahun, ASI bukan lagi satu-satunya asupan utama yang bisa diberikan kepada si Kecil.

Maka, proses menyapih sudah bisa kita lakukan mulai dari usia 2 tahun.

Bagaimana, agar proses menyapih bisa berjalan dengan lancar, tanpa perlu menakut-nakuti si Kecil?

Tentu saja, harus dipersiapkan jauh hari. Karena, bagi si Kecil proses menyusui merupakan kegiatan yang membuatnya merasa nyaman dan terlindungi selama 2 tahun ini. Maka proses melepasnya tidak bisa dilakukan dengan tergesa. Ibarat kita saja yang sudah sekian lama tinggal di suatu rumah, terus harus ujug ujug pindah, tentu ada perasaan takut, cemas sekaligus tak rela meninggalkan rumah lama yang sudah banyak berjasa melindungi dan menorehkan banyak kenangan yang berkesan.

Apalagi jika kita tidak yakin, apakah ada rumah lain sebagai pengganti. Kalaupun ada, bisakah membuat kita merasakan kenyamanan yang sama? Bisakah membuat kita merasa terlindungi seperti rumah yang lama? Bisakah lingkungan baru membuat kita betah tinggal disana?

Nah, poin-poin inilah yang seharusnya kita bangun kepada si Kecil. Buatlah ia yakin bahwa sudah saatnya ia pindah rumah. Beri pemahaman bahwa rumah barunya akan sama baiknya, bahkan lebih nyaman dari yang lama. Yakinkan ia bahwa ia akan tetap terlindungi dan merasakan kebahagiaan yang sama dalam atmosfer barunya.

Bagaimana caranya?

Sebelum kita mempersiapkan si Kecil, pastikan Ibunya sudah lebih dulu siap. Karena, acapkali kegagalan utama menyapih justru karena kekurangsiapan Ibu yang tidak rela keluar dari zona nyaman. 
Apa saja yang harus Ibu siapkan?

Pertama, ibu harus siap sabar.
Ini faktor terpenting yang harus ibu persiapkan. Sebisa mungkin siapkan stok sabar tanpa batas. Karena, saat menemani masa sapih si Kecil, akan ada banyak tingkah penolakan dari si Kecil, mulai dari rewel, hingga tantrum yang mampu menguras emosi sedemikian rupa.

Kedua, ibu harus siap tega.
Nah, ini juga penting. Kalau mau sukses menyapih, ibu kudu tega. Artinya, ibu harus siap menahan diri dan tidak goyah melihat jerit tangis si Kecil yang menyayat hati. Yakinkan diri, bahwa apa yang ibu lakukan untuk si Kecil memang untuk kebaikannya. Si Kecil merasa sedih dan kehilangan adalah hal wajar, namun setelah melewati masa sulit, yakinlah akan ada masa bahagia dan lega ketika si Kecil bisa lulus dari masa sapih ini tanpa lagi menghadapi penolakan yang berarti.

Ketiga, ibu kudu konsisten.
Nah ini juga poin penting, dimana ketika si Kecil sudah lulus ASI, dan ibu menghadapi situasi sulit, misal ketika si Kecil sakit atau demam. Terkadang, karena galau Ibu kembali ambil jalan pintas. Dengan alasan kasihan dan tidak tega, ibu kembali memberikan ASI kepada si Kecil. Ketidak-konsistenan inilah justru yang nantinya membuat proses menyapih akan menjadi sulit. Karena si Kecil bisa saja berpikir bahwa dalam situasi tertentu dia bisa kembali menyusu, akibatnya si Kecil enggan beralih dan sulit move on. 

Nah, itulah kira-kira tiga poin utama yang harus ibu persiapkan saat akan memulai proses menyapih.

Setelah ibu siap, maka kini giliran mempersiapkan si Kecil untuk memasuki masa menyapih.

Apa saja yang perlu disiapkan?

Kita bahas di postingan berikutnya ya. 🙏😊

#OdopBersamaEstrilook
#Day1


Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Ide Main dari Instagram

Menjadi orang tua adalah pekerjaan yang melelahkan sekaligus membahagiakan.  Lelah karena pada praktiknya kita dituntut untuk terus belajar, mencukupkan bekal dalam mendampingi tumbuh kembang putra putri kita. Ada banyak hal yang harus kita persiapkan. Entah secara mental maupun secara materil. Ada banyak ilmu yang musti kita kaji, kulik dan pelajari agar proses pendampingan berjalan dengan baik.  Tidak hanya menguras energi, namun proses tersebut dapat menyita waktu dan pikiran kita, sehingga adakalanya pada beberapa kesempatan membuat kita frustasi, ketika kita berhadapan dengan situasi yang clueless . Sebagai orang tua baru, tentu saja ada banyak kebingungan, kecemasan dan ketakutan yang terus menggerogoti pikiran kita.  Hal inilah yang mendorong kita untuk mencari tahu. Menggali sebanyak mungkin referensi yang bisa kita tiru. Menemukan sosok panutan. Menemukan alternatif cara dan kreativitas yang bisa kita terapkan dalam menjalankan peran kita sebagai orang tua

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em