Langsung ke konten utama

Haru Biru dalam Proses Penyapihan si Kecil

Picture by pixabay

Pada postingan kali ini, emak mau curhat aja deh ya. Soalnya sudah guemes banget.

Ceritanya, si anak gadis lagi masa penyapihan. Ini sudah mau masuk minggu kedua.

Proses penyapihan di minggu pertama lumayan sukses, setelah 3 hari yang penuh drama, selanjutnya berjalan cukup mudah. 

Anak gadis tidak lagi meraung marah saat diberi pengertian. Alhmadulillah.

Stepnya kurang lebih seperti yang sudah saya paparkan pada postingan ini dan ini.

Ibu pun happy dong yah, karena proses penyapihan bisa berjalan dengan baik. 

Namun, memasuki minggu kedua, ujian pun datang. Qodarullah, si Cantik demam setelah (mungkin) kelelahan selepas berkegiatan yang cukup menguras energi. (Lihat postingan ini)

Bagaimana tidak, dua hari berturut turut, si Kecil ikut bolak balik berkendara, malam berangkat dari rumah menuju Kuningan. Paginya berangkat lagi ke Cirebon hingga sore hari, ditambah lagi jadwal makan yang tidak teratur, dan sudah tidak lagi menyusu ASI, otomatis daya tahan tubuhnya menurun. Dan ia menjadi rentan sakit.

Terlebih lagi ia harus adaptasi, dari tempat yang cuacanya lumayan panas, ke tempat dengan suhu sangat dingin. Ini mungkin ya awalnya yang memicu suhu tubuhnya menjadi sangat panas. 

Dan begitulah, anak Gadis pun terkulai lemas saat demam melanda, dan saat demam mereda, rupanya nafsu makannya yang sedari awal memang sudah  minimalis pun tidak kembali serta. 

Jika dulu, saat demam, ibu cukup mendekap dan mengASIhi sepenuh hati, maka anak gadis akan terlelap dan esoknya kembali ceria. Saat nafsu makannya belum kembali, ibu masih bisa menyumbangkan energinya lewat ASI, sehingga anak gadispun bisa pulih lebih cepat.

Namun sekarang, dalam kondisi badannya yang tidak fit dan tidak menyusu lagi, ditambah anak gadis enggan makan, atau pun sekedar meminum susu kemasan, otomatis badannya lemas, alhasil ia menjadi mudah tantrum.

Karena enggan makan dan minum, otomatis bawaannya rungsing ya. Seharian rewel. Nafsu makannya pun tak kunjung membaik. Terlebih lagi ia menjadi sangat possesif sama Ibu. Maunya nempel terus. Makanya banyak amanah yang tidak bisa ditunaikan dengan maksimal. 

Nah, dari pengalaman ini, Ibu cuma ingin berbagi. Dalam proses penyapihan, rupanya poin sabar dan manajemen ASI ini menjadi faktor sangat penting.

Ibu akui, stok sabar ibu belum memadai. Manajemen ASI pun masih amburadul. Alhasil, saat harus menghadapi problem seperti ini, Ibu tak mampu meng-hadle dengan baik.

Jika anak sudah terbiasa dengan Makanan Pengganti ASI, tentu saja Ibu tidak akan khawatir, saat anak dalam kondisi sakit ketika tidak lagi menyusu ASI. Karena asupan gizi bisa didapatkan dari makanan lainnya. 

Ini lah poin penting yang harus dipersiapkan, idealnya sejak anak menginjak usia satu tahun pertamanya. Karena dalam usia ini, anak sudah bisa lebih 'bebas' bereksplorasi dengan makanan pengganti ASI.

Di tahap ini, usahakan untuk mengurangi frekuensi menyusu. Biasakan untuk menawarkan makan terlebih dahulu sebelum menyusui.

Proses ini sangat penting. Jika berjalan lancar, maka proses penyapihan pun, insyaAllah tidak akan menemui kendala yang berarti.

Setidaknya, anak sudah lebih kenal dan merasa nyaman dengan proses makan, sehingga saat tiba masanya penyapihan, ia tidak akan merasa begitu kehilangan dan susah move on.

Kurang lebih seperti itu.
Terima kasih untuk semua yang sudah berkenan menyimak curhatan Ibu. Semoga ada (walaupun sedikit) ibrah yang bisa dipetik dan menjadi pelajaran di kemudian hari bagi yang membaca.

Selamat mempersiapkan diri dan si Kecil menuju masa penyapihan.



Semoga diberi kelancaran dengan proses yang menyenangkan. 🙏😊

#ODOPbersamaEstrilook
#Day4


Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

SETULUS CINTA DEWI

Courtesy: Google "Segumpal rasa itu kau sebut cinta Seperti pelangi selepas hujan Ada rindu disana Bersemayam dalam harapan Yang perlahan memudar Saat rasamu ternyata tak kunjung terbalas" Dewi Maharani. Kisah asmaranya seumpama puisi. Indah membuai namun hanya ilusi. Berbilang masa ia setia. Namun waktu tak jua berpihak padanya. Adakah bahagia tersisa untuknya? *** "Wi, kamu habis ketemu lagi sama si Wijaya?" Suara ibu menggetarkan udara, menyambut kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. Dewi bergeming. Matanya lekat menatap semburat cahaya mentari yang memantul lembut dari sebalik jendela. "Wi, kenapa sih kamu terus memaksakan diri. Wijaya itu sudah beranak istri. Sudahlah, berhenti saja sampai disini. Sudah telalu banyak kamu berkorban untuknya," Wanita paruh baya itu menambahkan, kembali menasehati gadisnya untuk kesekian kali. Perlahan si gadis pemilik mata sayu menghela nafas, sejenak mengumpulkan kekuatan untuk membalas ucapan ibunda ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...