Langsung ke konten utama

Resep Praktis Membuat Ebi Furai



Alhamdulillah, masa-masa krisis pada proses penyapihan telah usai. Setelah sekitar semingguan dibikin cemas, sedih sekaligus galau karena anak gadis kelihatan semakin layu setiap hari akibat sakit dalam masa penyapihan, kini ibu bisa bernapas lega.

Setelah keluar dari badai kegalauan, akhirnya masa 'panen' pun tiba. Kini ibu bisa dengan tenang mengantar anak gadis tidur siang dan malam tanpa rengekan.

Kalau sudah terlihat terkantuk-kantuk, cukup diboyong ke tempat tidur, dengan sedikit diayun-ayun dulu sebentar dalam gendongan, dan kemudian anak gadis pun segera terlelap dengan nyaman. Masya Allah, tabarakallah.

Nah, selepas masa 'mogok' makan berakhir, terbitlah masa mulai doyan makan. 

Kebetulan duo krucil ini lagi gemar sekali makan udang balut tepung roti, alias ebi furai. 

Jadi, ibu manfaatkan saja peluang ini sebelum mood makan mereka kembali surut.

Paling tidak, seminggu tiga kali mungkin ya ibu bergulat dengan perudangan akhir-akhir ini.

Bikin ebi furai ala-ala ini menurut ibu lumayan ribet, memakan banyak waktu banget. Belum cuci-cuci, kupas-kupas, iris-iris, balur-balur, hingga goreng.

Tapi, demi menatap wajah sumringah kedua buah hati saat waktu makan tiba, semua keribetan itu seolah tiada artinya.
Yang tertinggal hanyalah perasaan bahagia dan bangga.

Karena mereka ternyata menyukai masakan ibunya. Secara, kemampuan memasak ibu kan masih alakadarnya. Jadi, kalau masakan yang ibu bikin ternyata sangat diminati bahkan bikin ketagihan, kan ibu jadi happy gimana gitu, ya... 🤭

Berikut ibu sertakan bagaimana tahap demi tahap membuat ebi furai yang lurus, enak dan kriuk ala kami.

Langkah pertama tentu saja kita harus mencuci satu per satu udang dengan air mengalir. Pisahkan kepala udang dan lepaskan kulitnya, kecuali pada ruas terakhir yang menempel dengan ekor. Cuci kembali semua udang hingga bersih.

Lalu, proses berikutnya adalah tahap meluruskan udang. Ini merupakan tahap paling ribet menurut saya. Di mana, kita musti telaten mengiris dan memotong urat-urat pada udang satu demi satu hingga badannya tampak lurus.

Bagaimana caranya?

  • Iris bagian punggung udang, buang kotoran yang terlihat.
Foto pribadi
  • Buat sayatan melintang hingga tampak serat seperti benang terputus pada bagian perut udang di tiga titik, yaitu pada ruas pertama dekat kepala, pada ruas kedua di pertengahan dan ruas ketiga di dekat ekor.
Foto pribadi
  • Luruskan udang hingga terdengar bunyi 'krek' samar untuk memastikan urat pada bagian perut sudah terpotong sempurna. Karena ini adalah kunci dimana udang yang kita buat akan terlihat lurus.
Foto pribadi

Tahap berikutnya adalah membuat adonan basah untuk celupan pertama. Untuk menghemat waktu dan menjamin rasanya sedap tanpa perlu ulek bumbu ini itu, saya pakai tepung bumbu instan. 🤭

Larutkan dengan air hingga mendapatkan tekstur yang pas. Tidak terlalu encer, tetapi tidak juga terlalu pekat.

Siapkan juga tepung roti pada wadah yang pipih lebar, untuk memudahkan saat proses pembaluran.

Ambil satu udang, celupkan pada adonan basah, kemudian balur dengan tepung roti, tekan-tekan supaya lebih menempel.

Jika ingin tekstur kulit yang tebal, boleh dilakukan pembaluran sebanyak dua kali pengulangan. Artinya, setelah balur tepung roti, gulingkan kembali pada adonan basah, lalu balur kembali dengan tepung roti. Semakin banyak proses pembaluran, maka tekstur kulit yang dihasilkan akan semakin tebal.

Simpan udang  dalam wadah, tutup rapat. Diamkan dalam freezer selama kurang lebih 4 jam, atau sampai tepung roti menempel sempurna dengan udang. Semakin lama tentu akan semakin menempel.

Foto pribadi

Jika dirasa sudah cukup menempel, tinggal goreng. Jika ingin hasil yang kriuk, usahakan memakai minyak yang banyak agar udang tenggelam sempurna, tetapi untuk mengurangi sampah jelantah, bisa juga dengan menggunakan minyak secukupnya.

Goreng hingga kekuningan atau hingga udang matang.

Siap disajikan dengan nasi hangat atau bisa juga sebagai cemilan.

Tips Tambahan

Untuk kulit dan kepala udang, bisa juga dimanfaatkan sebagai penyedap.
  • Caranya dengan menyangrai kulit dan kepala hingga kering. 
  • Dinginkan, lalu blender. 
  • Sangrai kembali dengan penambahan garam dan bubuk bawang putih. Setelah dingin, blender kembali. 
  • Simpan dalam wadah tertutup rapat.

Untuk mengurangi bau amis pada plastik bekas bungkus udang mentah, saya biasanya akan mencuci dulu plastik dengan sabun pencuci piring sebelum dibuang ke tempat sampah. 

Sekian curhatan sekaligus sharing tips dan trik membuat ebi furai ala kami.

Semoga bermanfaat. 🙏

*Resep dan trik saya ambil dari berbagai sumber sebagai referensi dengan beberapa penambahan berdasarkan pengalaman pribadi.

#ODOPbersamaEstrilook
#Day9

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. hoaaalaaaah .. beruntungnya Duo Krucil punya Ibu yang serba bisa. hehhe.

    BalasHapus
  2. Sayangnya, anakku alergi udang ��

    BalasHapus
  3. Wah, saya juga penyuka udang. Resepnya bisa saya coba nih. Terima kasih atas sharingnya ya Mba. Sangat bermanfaat.

    BalasHapus
  4. Wah, hobby saya tuh mbak. Buat ebi furai pesanan untuk pelanggan 😁

    BalasHapus
  5. Keren ni Mak.. Tak coba ntar ahh! Thanks infonya ya..

    BalasHapus
  6. Bahagianya Ibu jika buah hati doyan masakan Ibu ya Mbak... 😊

    BalasHapus
  7. Masyaa Allah, ingin cicip (daripada nyoba buat sendiri) jadinyaaa hehehe, semoga duo krucil sehat selalu Mbaaa

    BalasHapus
  8. Wah...mantap nih kak resepnya😃

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta