Langsung ke konten utama

Fiksi mini: Yuk, Menjaga Lingkungan!

Dibuat dengan Canva

Hari ini cuaca sangat cerah. Ardi, seorang anak lelaki berusia sekira 12 tahunan tengah asyik menikmati hiruk pikuk pagi bersama temannya, Bagus, di taman dekat rumah.

Jalanan sekitar taman tampak agak macet, setiap kendaraan yang lewat harus mengalah pada pejalan kaki yang hilir mudik menyebrangi jalanan menuju kerumunan penjual kudapan dan jajanan yang memenuhi ruas jalan.

Seperti biasanya, di hari Minggu pagi, taman akan selalu ramai. Entah mereka yang sekedar berolah raga pagi, bermain sepeda atau sekedar nongkrong sambil menikmati aneka jajanan yang dijajakan sepanjang jalanan dekat taman.

Dan mereka berdua salah satunya. Yang rutin berkunjung di taman ini setiap minggu pagi, hanya untuk menikmati seporsi cilok bumbu kacang yang lezat, yang memang hanya ada di hari Minggu.

Ardi berlari pelan sambil menenteng keresek kecil berisi jajanan, menghampiri Bagus yang tengah duduk di salah satu bangku taman.

"Nih, Gus!" ucapnya seraya mengangsurkan sebungkus cilok pesanan Bagus, kemudian duduk di sampingnya.

"Terima kasih, Di," jawab Bagus sambil menerima cilok dari tangan Bagus.

Mereka pun asyik menikmati cilok, sambil sesekali mendesah kepedasan.

Taman terlihat begitu ramai. Terdengar riuh celoteh anak-anak yang tengah asyik saling bekejaran. 

Sudah sepuluh menit berlalu, dan cilok yang mereka santap pun sudah bersisa bumbu kacangnya saja.

"Pulang yuk, Di," ajak Bagus. Tangannya masih erat menggenggam bungkus plastik bekas cilok.

"Yuk!" ucap Ardi sembari bangkit dari duduknya.
Dihempaskannya dengan sembarang plastik bekas cilok yang telah ia habiskan.

"Gus, kamu mau bawa kemana tuh plastik? Mau buat koleksi?!?" tanya Ardi heran melihat tangan Bagus yang masih juga menggenggam plastik bekas cilok.

"Mau kubuang ke tempat sampah di sana, Di," jawabnya tenang, sambil menunjuk ke arah tempat sampah di ujung jalan menuju keluar taman.

"Seriusan? Sudah, buang saja di sini. Ribet benar! Tuh lihat, yang lain juga pada buang sembarangan kok, biar kita pulang lewat sini saja, lebih dekat," kata Ardi mencoba mempengaruhi keputusan Bagus, sambil menunjuk ke arah gerbang taman yang berjarak lebih dekat.

Bagus hanya tersenyum tenang, "Sebagai seorang Muslim, kita wajib menjaga kebersihan, Di. Begitu kata Pak Walimin, guru ngajiku di Tajug dekat rumah. Sambil olah raga sedikit lah. Yuk!" Bagus kukuh dengan pilihannya.

Dengan terpaksa Ardi mengikuti langkah Bagus.

"Memang kenapa kalau kita buang di sana, kan nanti juga ada petugas kebersihan yang sapuin, Di," ucapnya agak kesal, sambil menjajari langkah Ardi yang berjalan lebih dulu.

"Sekecil apapun upaya kita untuk menjaga lingkungan, kalau dilakukan dengan konsisten,  insyaAllah, akan berdampak baik, Di. Coba bayangkan, seumpama setiap orang yang datang ke taman ini punya pikiran yang sama seperti kamu. Lama-lama taman ini akan berubah jadi tempat pembuangan sampah. Sayang banget kan kalau taman seindah ini, karena kita enggan menjaganya justru jadi kotor dan tidak sedap lagi dipandang. Boro-boro mau cium wangi bunga, yang ada hanya bau sampah yang menusuk hidung."

Ardi tiba-tiba menghentikan langkahnya. Kemudian memandang sekeliling sambil bergidik.

Bagus sudah tiba di ujung jalan, "Buruan, Di! Ngapain bengong?"

Ardi tesadar dari lamunan. Cepat-cepat ia berlari menghampiri Bagus. 

"Benar juga katamu, Gus. Kalau enggak ada orang-orang yang punya pemikiran kayak kamu, taman ini bisa berubah jadi tempat kumuh. Banyak sampah berceceran. Apalagi saat musim hujan ya, Gus. Basah, lembab dan penuh sampah. Bisa banjir juga. Ih ngeri!" ucapnya sambil kembali bergidik ngeri.

"Nah, itu kamu tahu. Makanya, mulai saat ini, biasakan buang sampah pada tempatnya. Kalau pada saat itu kamu belum menemukan tong sampah, ya bawa saja dulu. Kantongi, atau masukin tas. Nanti saat melihat tong sampah, baru deh dibuang. Setidaknya kita sudah berusaha menjadi muslim yang baik. Muslim yang menjaga kebersihan lingkungan. Kan menjaga kebersihan sebagaian dari iman juga?"

"Siap Pak Ustad!" ucap Ardi sambil terkekeh.

"Aamiin," balas Bagus sambil meninju pelan lengan Ardi. Mereka pun tertawa bersama.

"Yuk ah, Gus. Buruan. Nanti keburu sudahan film 'Doraemon'-nya," ucap Ardi sambil berlari meninggalkan taman.

"Hey, tunggu Di!" Bagus pun segera berlari mengejar, mencoba menjajari langkah Ardi yang panjang.


#tantanganseptember
#rumbelliterasiIPCirebonraya

#ODOPbersamaEstrilook
#Day7

#KomunitasODOP
#Tantangan1
#OdopBatch7

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. Yeaaaay. cerpenya meski ditulis karena biar ada kata pelastik,basah, dan macet nya. Tapi, pesan yang disampaikan cerita ini bagus banget. Kena Deh..

    BalasHapus
  2. ide tulisanya keren kak.. semoga semua muslim selalu sadar menjaga lingkungan

    BalasHapus
  3. Ku ingin nulis cerpen jugaa argghh

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berburu Ide Main dari Instagram

Menjadi orang tua adalah pekerjaan yang melelahkan sekaligus membahagiakan.  Lelah karena pada praktiknya kita dituntut untuk terus belajar, mencukupkan bekal dalam mendampingi tumbuh kembang putra putri kita. Ada banyak hal yang harus kita persiapkan. Entah secara mental maupun secara materil. Ada banyak ilmu yang musti kita kaji, kulik dan pelajari agar proses pendampingan berjalan dengan baik.  Tidak hanya menguras energi, namun proses tersebut dapat menyita waktu dan pikiran kita, sehingga adakalanya pada beberapa kesempatan membuat kita frustasi, ketika kita berhadapan dengan situasi yang clueless . Sebagai orang tua baru, tentu saja ada banyak kebingungan, kecemasan dan ketakutan yang terus menggerogoti pikiran kita.  Hal inilah yang mendorong kita untuk mencari tahu. Menggali sebanyak mungkin referensi yang bisa kita tiru. Menemukan sosok panutan. Menemukan alternatif cara dan kreativitas yang bisa kita terapkan dalam menjalankan peran kita sebagai orang tua

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em