Langsung ke konten utama

Kegagalan yang Membuat Hati Terenyuh


Saya bukan tipe yang pandai per-baking-an. Masak saja alakadarnya, entah enak atau tidak rasanya. 🤭

Tapi, karena lihat si Sulung demen banget sama per-rotian, muncullah hasrat untuk membuatkannya roti. Pasti senang dong ya jika buah hati kita terlihat lahap dan suka saat makan roti buatan ibunya sendiri... 

Nah, kebetulan, Ramadhan kemarin, ibu memberanikan diri untuk membuat roti dengan bahan dan skill seadanya, dan modal resep hasil gugling, tentunya. 😁

Bikin roti perdana yang penuh kesan. Kegagalan yang bikin hati terenyuh. 🤭

Mengapa?
Karena ternyata hasil rotinya gagal total. Bantat, sodara-sodara ...

Mungkin karena bahan pengembangnya sudah terlalu lama disimpan, jadi sudah tidak terlalu aktif. Roti pun jadinya tidak mengembang. Namun herannya, si Sulung kok tetap suka, ya. Hampir semua roti, ia yang habiskan.

Inilah yang bikin ibu terenyuh.

Roti begini saja kamu doyan ya, Bang. Atau karena ingin menghibur ibu yang sedang 'patah hati' karena percobaan pertama membuat roti gagal total? Nah, bisa jadi. 😁

MasyaAllah, dari situ, ibu kepikiran untuk bikin lagi, dengan usaha yang lebih baik, tentu saja.

Ibu ingin sekali mempersembahkan hasil roti yang enak dan bikin Abang bahagia saat menikmatinya.

Nah, keinginan itu rupanya harus mengendap hingga berbulan-bulan kemudian.

Qodarullah baru sempat belanja-belanji bahannya beberapa hari yang lalu.

So, hari Minggu kemarin, kita langsung eksekusi.

Saya buat dua varian rasa, yang isi sosis dan cokelat.

Si Sulung tampak sangat antusias. Tanpa lelah ia ikut membantu membentuk dan mengisi rotinya.


Walaupun bentuknya sudah nggak karuan, tapi, ia terlihat senang sekali. Jadi enggak tega kan melarangnya untuk 'membantu' ...

Jadi, saya biarkan saja. Toh bisa sekalian mengajarkan tentang life skill ya. Dari menggulung, menabur meisis dan sebagainya, ia pun mendapatkan latihan menguatkan motorik halusnya.

Pokoknya, ibu mencoba menahan diri untuk tidak menampakkan wajah 'kesal' dan 'keberatan' selama si Sulung ikut membantu. Biarlah berantakan, toh masih bisa dibereskan nanti setelah semua adonan tuntas dibentuk dan dipanggang.

Setelah semua adonan berhasil dibentuk dan diberi isian, selanjutnya kita panggang. Yeay!


Selama masa menunggu, si Sulung tak henti-hentinya bertanya. 

"Bu, sudah matang?"
"Kok, lama?"
"Bu, apa rotinya sudah matang?"
"Ayo, cepat. Kenapa lama banget?"

Hihi, rupanya ia sudah tak sabar ingin menikmati roti 'bikinannya' sendiri.

Setelah roti terlihat kecoklatan dan tercium aroma menggoda, roti pun siap disantap. 

Namun, saat saya mencobanya, "loh, kok teksturnya begini?"

Mungkin karena saya pakai takaran kira-kira ya, karena memang tidak punya timbangannya. 😁

Roti yang kami buat jadi agak keras, kurang lentur, tapi aroma susunya kuat banget. Karena, ibu pakai susu pediasure milik anak gadis. Hihi...

Saya sudah sempat kecewa, sudah hopeless. Takut mubazir, karena enggak ada yang mau makan rotinya. Terbayang sudah roti yang kami buat dengan penuh perjuangan akan mendarat di keranjang sampah. 

Namun, seperti biasa, si sulung tampil sebagai penyelamat. Sang Pahlawan yang berhasil bikin ibu merasa super bahagia. Bikin hati ibu meleleh ...

Dia makan rotinya dengan super lahap. Tampak sangat menikmati. Tidak terlihat sedikit pun tanda-tanda keterpaksaan dalam raut wajahnya. Malah besoknya nagih minta bikin lagi.

Masya Allah, tabarakallah...

Begitu saja sudah bikin ibu terharu loh, Bang. Kamu tuh emang paling bisa ya nyenengin ibu. Dibuatin roti bantet, dimakan, dibuatin roti dengan tekstur keras pun, tetap dilahap. 🥰

"Terima kasih, Abang ...."

Oke, Bang. Lain kali kita buat lagi, ya. Semoga hasilnya bisa lebih baik. 💪

Terima kasih, sudah membuat ibu bahagia. 🥰




Nb:
Kami menggunakan resep ini:


#ODOPbersamaEstrilook
#Day12


Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. Pengen belajar masak...tapi selalu mager 😁
    Rajin-rajin ngunjungin blog mba ni...biar liat resep-resep kece

    BalasHapus
    Balasan
    1. Samaan ih, saya pun seorang kolektor resep. Cuma dikumpulin, eksekusinya entah kapan... 🤭

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta