Langsung ke konten utama

Kisah Nia dan Ris: Tentang Ketulusan, Mencintai hingga Berbagi Hati

Koleksi pribadi

Judul Buku: Jodoh dari Surga
Penulis: Ifa Avianty
Genre: Islamic Novel
Penerbit: Qultum Media
Tahun: 2007
ISBN: 979-3762-93-4
Halaman: 135

Berawal dari tugas yang mengharuskan kami mereview sebuah novel dalam waktu lumayan singkat.
Menimbang situasi yang tidak mendukung untuk membaca novel tuebel yang pastinya membutuhkan waktu yang lama untuk dibaca sampai akhir, maka pilihan saya jatuh pada koleksi novel lama ini, yang tipis dan ringan, jadi bisa saya baca agak cepat, disambi "ngasuh". Hihi
Novel yang benang merahnya tentang lika liku dunia pernikahan. Perjodohan, CLBK, perselingkuhan, perceraian???

Blurb:
Nia seorang perempuan muda enerjik, ceria, manja sekaligus sensitif. Rissetyo, seorang eksekutif muda dengan pembawaan yang cool, tampang mirip Michael Bubble, pintar, kaya namun terkadang penuh rahasia. Berawal dari perjodohan yang direncanakan orangtua kedua belah pihak, mereka dipersatukan dalam ikatan pernikahan.
....
(cover belakang)

Gaya cerita Ifa dalam buku ini sangat renyah dan ringan. Sekali membuka buku, tak akan cepat ingin mengakhiri sebelum ketemu halaman terakhir.

Koleksi pribadi

Novel ini berkisah tentang seorang gadis muda usia 26 tahun bernama Zulfania, yang dijodohkan dengan seorang pria dewasa berusia 12 tahun diatasnya bernama Rissetyo.
Sejak pertama bertemu, sebenarnya Nia sudah jatuh hati pada Ris, namun dia tidak sreg dengan "caranya". 
Sebagai bentuk protes, Nia menolak Ris, namun Ris dengan sabar memberi pengertian dan perhatian yang membuat Nia akhirnya menyetujui pernikahan dengan beberapa syarat.
Dan konflik cerita pun dimulai, ketika akhirnya Nia benar-benar jatuh cinta kepada Ris.

Konflik demi konflik pun mulai bermunculan, mewarnai kehidupan rumah tangga mereka. Satu persatu sosok dari masa lalu menampakkan wajahnya, semakin memperuncing kesalahpahaman.

Konfliknya lumayan rumit, namun saling berhubungan. Kisah demi kisah di rajut sedemikian rupa, hingga lapis demi lapis konflik terurai sempurna...

Kisahnya lumayan komplit, ada kelucuan, kegetiran, keharuan dan juga keromantisan.
Membacanya bisa membuat kita ikut mengulum senyum, tertawa lucu, hingga merasa haru.

Walau kadang ada beberapa dialog "melucu" yang terasa garing, juga percakapan yang agak "kasar". Tapi secara keseluruhan isi cerita, saya menikmatinya.

Novelnya tipis, harusnya bisa selesai dalam sekali duduk, jika saja tak ada krucil yang mencoba mengalihkan kekhusuan saya pada kalimat demi kalimat dalam buku ini.

Alur cerita maju dengan beberapa narasi masa lalu, gaya bahasa ringan, penokohan sangat kuat, terutama para tokoh utama.

Sudut pandang campuran, dengan dominan orang pertama, aku (saya). Namun dengan Pov berganti ganti antar tokoh.

Latar cerita lumayan detail, penggambaran tempat, waktu, situasi cukup mudah dibayangkan, sehingga pembaca bisa turut larut dalam cerita.

Yang saya suka adalah, ada beberapa kisah yang disisipi lirik lagu love story lawas, menjadikan buku ini terasa lebih familiar dan menyenangkan. Yeay, perbendaharaan lagu saya bertambah!

Dan kisah ini pun ditutup dengan lirik manis dari lagu "A Summer Place" yang dinyanyikan oleh Andy Williams.


Pesan yang ingin disampaikan dari kisah ini bisa ditangkap dengan mudah.
Tidak menggurui namun cukup menampar.

Well, ini salah satu novel favorit saya, dari semasa lajang, hingga sekarang.
Ringan dan menghibur namun mampu mengusung sebuah pesan yang menampar.
Tentang ketulusan, kesyukuran dan kesetiaan.

Nilai saya adalah 4/5. Karena buku ini juga penuh kenangan bagi saya. Buku kesayangan yang sempat hilang dan akhirnya kembali pulang. 

Ternyata Jodoh dari Surga masih berjodoh dengan saya. Alhamdulillah. 😊

#TugasReviewBukuFiksi
#KelasFiksiODOP6
#Onedayonepost

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta