Pixabay |
Meringkuk di sudut ruang rindu. Seperti biasa. Hanya aku. Dalam penantian tanpa temu. Selalu berakhir dengan pilu. Namun tak jua buatku menyerah. Aku tetap setia menunggu. Hingga batas waktu.
Batas waktu? Batas yang mana? Jika sabarku tak kenal waktu. Berwindu ku sabarkan hati. Hingga kini, mungkin selamanya. Ya, selamanya.
Selama apa? Mungkin hingga tutup usia? Atau hingga nirwana? Entahlah. Akankah rinduku terus menyepi di sudut hati hingga negeri abadi? Mengapa sedalam itu? Aku pun tak tahu. Hanya rasa ini yang kian erat mengikatku tanpa tahu mengapa.
Mengapa harus aku sendiri yang menyimpan luka? Sedang kau asik dengan mimpimu. Berlayar kemanapun engkau mau. Meraih cita, katamu. Sebersit tanya kadang terlintas begitu saja. Namun aku tak kuasa meminta. Mematahkan asamu demi sebuah hati, yang mungkin tak berarti bagimu.
Bagimu hadirku hanyalah semu. Seumpama debu, yang terlihat hanya jika ada cahaya. Walau nyatanya udara yang kau hirup pun tak lepas dari partikel debu, bukan? Ya, akulah debu yang terhirup dalam setiap udara yang kau hela, walau kau tak pernah menyadarinya.
#TugasProsaLiris
#KelasFiksiODOP6
#onedayonepost
Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. ππ
Syukak ππ
BalasHapusDebu rindu itu nyata. Seolah cipta yang mengakar di sudut jiwa. Damai embun rasa menyambutku setiap mendengar namamu.
BalasHapusYaa ampuun diaa bgtttttt π’π’π’ melancong mulu, sibuk dgn dunianya π’π’π’
BalasHapusProlisnyaa kerenπ
BalasHapus