Langsung ke konten utama

Resep Tumis Suwir Ikan Tongkol


Keterampilan pertama dan utama yang biasanya dituntut kepada seorang perempuan bergelar istri sekaligus ibu adalah, bisa memasak. Hanya bisa pun, sudah alhamdulillah ya, tidak perlu sampai ahli. 🤭

Paling tidak, ada lah satu menu istimewa atau menu keluarga yang kelak akan dirindukan oleh anak-anak, ketika mereka sudah dewasa, dan tidak lagi hidup dalam satu atap.

Hum, jujur, saya tak pandai memasak. Awal-awal menikah, saya pun tidak PeDe dengan hasil masakan yang saya buat.

Terkadang saat sudah berlelah-lelah memasak, hingga mengeluarkan segala upaya untuk menghasilkan masakan yang _paling tidak_cukup layak dimakan, namun yang terjadi adalah masakan kita hanya dicicipi saja, itu rasanya menyesakkan.

Apalagi kalau tidak disentuh sama sekali, duh, sakitnya tuh di sini... *tunjuk dada

Sabar sabar ...

Jangan menyerah, berlatihlah terus menerus. Karena akan ada masanya, kita akan tersenyum bahagia tatkala melihat suami dan anak-anak kita asyik melahap masakan kita. 

Bukan sekedar sanjungan dan pujian belaka, tapi walau tanpa kata, ketika apa yang kita masak tandas hingga tak bersisa dalam piring, itu sudah cukup menunjukkan bahwa mereka sangat menyukainya.

Dan, sudah pasti kita akan merasa bahagia, lantas esok dan esoknya lagi kita pun semakin bersemangat berburu resep baru... 🤭😁

Kembali bereksperimen, jika gagal, coba lagi, gagal lagi, coba lagi, begitu seterusnya ...

Nah, salah satu hasil eksperimen yang saya buat adalah ini:

Tumis suwir tongkol


Awalnya, karena bosan, jika membeli ikan tongkol asap yang sudah berbentuk potongan kecil, pasti akan dimasak dengan bumbu balado.

Kepikiran lah pengin banget makan yang pedas-pedas.

Ya sudah, saya coba buat saja tumis suwir tongkol ini.

Hasilnya?
Bagi saya sih cukup bikin nambah nasi berkali-kali. 🤤

Tapi, bagi suami saya sih biasa-biasa saja ... 😅

Buat anak-anak? 🤔

Lihat irisan cabai rawitnya saja mereka sudah mundur duluan. Haha. 😂

Ya, memang menu ini sengaja saya dedikasikan buat diri saya sendiri. Kala bosan sama menu yang itu-itu saja, ya sudah lah cuss eksekusi. 😏

Apa saja bahannya?

Ikan tongkol asap, suwir-suwir
Bawang merah, iris tipis
Boleh tambah bawang putih, iris tipis
Cabe rawit sesuai selera, iris tipis
Cabe merah, jika suka, secukupnya, iris tipis
Daun jeruk 1-2 lembar, jika suka
Daun bawang atau kucai, iris tipis
Garam dan gula secukupnya
Minyak goreng untuk menumis

Nah, simpel saja kan bahannya?

Cara bikinnya bagaimana?

Masukkan minyak dalam wajan secukupnya, tunggu hingga panas, tumis bawang goreng dan bawang merah hingga setengah matang, tambahkan cabai rawit dan cabai metah, aduk pelan, tambahkan suwiran ikan tongkol, masukkan daun jeruk, beri garam dan gula sesuai selera. Tumis hingga matang. Siap dihidangkan.

Nah, simpel kan? 

Suwir ikan tongkol ini akan lebih nikmat saat di santap dengan nasi hangat. 🤤

Biar makin nikmat, irisan bawang gorengnya bisa dibanyakin, ya.

Tanpa perlu menambah lauk apapun lagi pun rasanya sudah nikmat. Asin, gurih dan pedas. 

Tentu saja itu berlaku bagi saya, buat orang lain yang memiliki selera berbeda, mungkin tidak cocok.

Kalau kamu penasaran dan ingin mencoba, silakan langsung eksekusi ya.

Yang sudah pernah mencoba, atau pernah juga buat seperti ini, boleh loh sharing juga di kolom komentar ya. 

Siapa tahu ada yang mau kasih tips dan trik yang lebih yahud. Atau mau kasih ide menu lainnya yang bisa menggugah selera? Boleh sharing juga di kolom komentar ya...

Sekian postingan kali ini. Terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat. 🙏

#ODOPbersamaEstrilook
#Day25

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

SETULUS CINTA DEWI

Courtesy: Google "Segumpal rasa itu kau sebut cinta Seperti pelangi selepas hujan Ada rindu disana Bersemayam dalam harapan Yang perlahan memudar Saat rasamu ternyata tak kunjung terbalas" Dewi Maharani. Kisah asmaranya seumpama puisi. Indah membuai namun hanya ilusi. Berbilang masa ia setia. Namun waktu tak jua berpihak padanya. Adakah bahagia tersisa untuknya? *** "Wi, kamu habis ketemu lagi sama si Wijaya?" Suara ibu menggetarkan udara, menyambut kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. Dewi bergeming. Matanya lekat menatap semburat cahaya mentari yang memantul lembut dari sebalik jendela. "Wi, kenapa sih kamu terus memaksakan diri. Wijaya itu sudah beranak istri. Sudahlah, berhenti saja sampai disini. Sudah telalu banyak kamu berkorban untuknya," Wanita paruh baya itu menambahkan, kembali menasehati gadisnya untuk kesekian kali. Perlahan si gadis pemilik mata sayu menghela nafas, sejenak mengumpulkan kekuatan untuk membalas ucapan ibunda ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...