Langsung ke konten utama

Perjalanan Menulisku


Bismillahirrohmanirrohiim ...

Mengapa saya suka menulis?

Karena kapasitas memori di kepala saya terbatas, dengan menulis, setidaknya saya bisa mengurangi sedikit ruang di tempurung kepala, dan tanpa perlu menciptakan mesin waktu, saya bisa kembali ke masa lalu hanya dengan membuka catatan ....

Dengan menulis, kita bisa "berumur" lebih panjang. Walau raga tak lagi menjejak bumi, namun pikiran yang tertuang dalam sebentuk tulisan, akan tetap terkenang dan bisa menjadi amal jariyah, jika apa yang kita tuliskan bisa memberikan manfaat untuk orang lain.

Maka menulislah, bukan sekedar mencurahkan isi hati, namun alirkanlah energi positifmu didalamnya, maka segala resahmu kelak bertransformasi menjadi sebuah perenungan, yang bisa menjadi pengingat diri di kala terlupa hingga penyemangat hidup di kala terpuruk.

Menulislah! Agar kau tetap "abadi".

Begitulah, paragraf yang saya tuliskan kala itu, ketika ditanyakan, mengapa saya suka menulis?

Bagaimana awalnya, sehingga saya 'jatuh cinta' dengan aktivitas menulis?

Jika harus diurai dari titik awal, tentu akan sangat panjang. Karena, tentu saja proses menuju titik ini akan melalui banyak peristiwa.

Namun, momentum yang membuat saya ketagihan untuk menuliskan sesuatu yang setidaknya bisa berdampak positif bagi yang membaca adalah ketika saya merasa bosan 'berselancar' di jagat Facebook.

Entah mengapa, saat itu, lingkungan Facebook sedang tidak kondusif. Setiap membuka beranda, serasa perang. Banyak postingan yang membuat tidak nyaman. 

Karena lelah dengan itu semua, akhirnya saya menepi. 

Pada akhirnya, saya pun berazam dalam diri, bahwa saya akan memposting hal-hal yang baik saja.

Mulailah saya berpetualang di negeri tetangga, Instagram. Saya buat akun @jejakzia dan mulai menuliskan keresahan hati dengan versi yang (menurut saya kala itu) lebih elegant. 

Dan, sejak saat itu saya menikmati proses menulis. Hingga akhirnya, saya niatkan diri untuk konsisten menulis setiap hari. 

Awalnya, saya 'berjalan' sendirian, sebelum akhirnya menemukan 'teman sefrekuensi'. 

Kesempatan demi kesempatan untuk belajar menulis lebih baik pun berdatangan, mulai dari nekat ikut lomba, ikut even menulis, hingga berkomunitas.

Dan @nulisyuk pun menjadi salah satu teman menulis saya.

Berada dalam komunitas dengan mimpi yang sama, membuat saya semakin "menggilai" proses menulis. 

Saat saya sudah merasa nyaman dan terbiasa menulis setiap hari, ada rasa kosong dan hampa, ketika tiba-tiba atau karena satu dan lain hal proses menulis itu terhenti.

Seperti ada yang kurang.

Dan, ketika akan memulai lagi pun terasa berat. Jemari yang dulunya bisa menari dengan luwes di atas tuts gawai, menjadi kembali kaku dan tersendat.

Maka, keberadaan komunitas dan even menulis, yang memaksa saya untuk tetap menulis tanpa jeda setiap hari, adalah anugerah bagi saya.

Karena memang dengan tantangan seperti itu, saya dipaksa untuk komitmen dan konsisten dengan pilihan saya untuk menjadi seorang penulis.

Ya, saya memang belum menjadi penulis hebat yang tulisannya mampu menggugah banyak jiwa, namun setidaknya, saya sudah berhasil menaklukan ketakutan dan kemalasan yang sedari dulu menghantui hati dan pikiran.

Tak ada cara yang lebih baik untuk menjadi penulis yang baik selain dengan terus menulis, bukan?

Tak ada cara termudah untuk menjadi penggugah, kecuali dengan menulis.

Cukup hadirkan hati dalam setiap tulisanmu, maka kelak ia akan merasuk ke dalam hati pembacanya.

Menulislah. Tinggalkan jejak kebaikan lewat tulisan yang bisa memberikan manfaat, walau sedikit.

Semoga saya bisa tetap konsisten dan memegang komitmen dengan baik untuk berkarya lewat tulisan.

Semoga saya bisa selalu menghadirkan tulisan yang penuh manfaat dan menghadirkan perbaikan dan kebaikan bagi yang membaca, sehingga menjadi wasilah terkumpulnya pahala jariyah, sebagai bukti pertanggungjawaban dari segala potensi dan anugerah yang telah Allah titipkan.

Allahuma aamiin.

Wallahua'lam bishawab. 

#nulisyuk #belajarmenulis #nulisyukbatch37

#ODOPbersamaEstrilook
#Day26


Terima kasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

SETULUS CINTA DEWI

Courtesy: Google "Segumpal rasa itu kau sebut cinta Seperti pelangi selepas hujan Ada rindu disana Bersemayam dalam harapan Yang perlahan memudar Saat rasamu ternyata tak kunjung terbalas" Dewi Maharani. Kisah asmaranya seumpama puisi. Indah membuai namun hanya ilusi. Berbilang masa ia setia. Namun waktu tak jua berpihak padanya. Adakah bahagia tersisa untuknya? *** "Wi, kamu habis ketemu lagi sama si Wijaya?" Suara ibu menggetarkan udara, menyambut kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. Dewi bergeming. Matanya lekat menatap semburat cahaya mentari yang memantul lembut dari sebalik jendela. "Wi, kenapa sih kamu terus memaksakan diri. Wijaya itu sudah beranak istri. Sudahlah, berhenti saja sampai disini. Sudah telalu banyak kamu berkorban untuknya," Wanita paruh baya itu menambahkan, kembali menasehati gadisnya untuk kesekian kali. Perlahan si gadis pemilik mata sayu menghela nafas, sejenak mengumpulkan kekuatan untuk membalas ucapan ibunda ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...