Langsung ke konten utama

Cerita Anak: Ransel Merah


Rinta dan Ranti tengah terbengong menatap lurus pada sebuah tas merah yang dipajang pada etalase sebuah toko, ketika mereka sedang berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan bersama ayah dan ibu.

Ibu menepuk lembut pundak Rinta, "Suka, ya?"

Rinta terperanjat, begitu pula dengan Ranti. Mereka hanya menyengir sebagai jawaban.

"Jadi, bagaimana? Mau beli tas, atau sepatu?" tanya ibu lagi.

Rinta dan Ranti saling berpandangan, kemudian mengedikan bahu.

"Yuk, masuk dulu, lihat dulu dari dekat. Biar tidak penasaran," tukas Ayah.

Mereka pun masuk ke dalam toko tersebut.

Ranti dan Rinta tampak takjub, melihat begitu banyak tas bagus yang berjejer rapi dalam lemari pajangan.

"Ta, kamu mau tas atau sepatu?" bisik Ranti.

"Hum... enggak tahu, Ti ..."

"Jadi, bagaimana? Mau tas atau sepatu?" Ibu kembali bertanya.

"Pilih yang paling kalian butuhkan!" Tegas Ayah mengingatkan.

"Iya, Yah," Rinta dan Ranti menjawab serempak.

"Rinta mau sepatu saja, sepatu sekolah Rinta sudah tak muat lagi, kalau tas lama Rinta masih bagus, masih bisa dipakai."

"Ranti mau tas saja, Yah. Tas Ranti sudah lepas talinya."

"Ya sudah, cepatlah pilih yang kalian suka, terus kita bayar. Ayah sudah lapar nih..." kata Ayah sambil tersenyum.

"Siap, Yah," ucap keduanya kompak.

Ranti dan Rinta pun berjalan keluar toko dengan wajah ceria. Masing-masing menenteng bungkusan dalam genggaman.

Setibanya di rumah, Ranti mencoba tas barunya. Sebuah tas ransel berwarna merah, dengan gambar pelangi di bagian depan.

Ranti mematut diri di depan cermin. Berlenggak lenggok sambil sesekali bergaya bak seorang model.

"Ta, bagus ya, tasku?" Ranti bertanya penuh antusias.

Rinta hanya mengangguk lemah. Ia terduduk di tepi ranjang sambil mendekap sepatu barunya. 

Ranti menghentikan aksinya di depan cermin, kemudian berjalan cepat mendekati Rinta.

"Kamu kok lesu? Enggak suka sama sepatunya?" Ranti bertanya heran.

Rinta hanya menggeleng lemah.

"Terus, kenapa?"

"Sebenarnya, tasku sudah robek, tapi... kalau harus membeli dua-duanya, aku enggak tega sama Ayah dan Ibu. Kupikir aku masih bisa memakai tasnya. Jadi kupilih beli sepatu, karena sepatuku memang sudah tak muat lagi, jika kupaksakan pakai yang lama, kakiku terasa sakit... padahal sepatuku masih bagus..."

"Kamu suka tas merah yang dipajang itu, ya?"

Rinta mengangguk.

"Jangan sedih. Kita bisa menabung lagi. Kalau sudah terkumpul, kita beli tas itu. Nanti kubantu menambahi kekurangannya dari tabunganku. Gimana?" Jawab Ranti menawarkan bantuan.

Rinta menatap Ranti dengan penuh makna. 

"Kamu yakin mau korbanin tabunganmu untuk membeli tasku?"

"Tentu saja. Kita kan keluarga. Apa yang membuatmu sedih, itu juga bisa membuatku sedih. Jadi, aku tak mau lihat saudara kembarku larut dalam kesedihan...."

Rinta memeluk tubuh Ranti dengan erat. "Terima kasih, Ti," ucapnya tulus.

"Sama-sama. Pokoknya kamu enggak boleh sedih-sedih lagi, ya... Ayo cobain sepatunya, pasti cocok banget deh dipakai sama kamu, Ta..."

Rinta pun segera mencoba sepatu hitam miliknya, dan bersama Ranti, berlenggak lenggok dan sesekali bergaya di depan cermin bak seorang model.

Tanpa mereka sadari, ibu mendengar percakapan mereka dari balik pintu. Mata ibu pun berkaca-kaca setelah mendengar percakapan mereka.

Keesokan harinya, Ranti dan Rinta berangkat sekolah dengan sepatu dan tas barunya.

"Selamat pagi, sayang..."

"Pagi, Bu," jawab keduanya serempak.

"Ayo sarapan dulu."

Tanpa menunggu perintah dua kali, mereka pun duduk dan menikmati sarapan nasi goreng spesial yang lezat buatan ibu.

"Pulang sekolah nanti, temani Ibu ya."

"Ke mana, Bu?"

"Rahasia," jawab ibu menggoda keduanya.

"Dih Ibu nih, pagi-pagi sudah buat penasaran. Enggak seru, ah!" jawab Ranti pura-pura merajuk.

Ibu hanya tersenyum penuh misteri.


Saat tiba di sekolah, Ranti dan Rinta segera dikerubungi teman-temannya. 

"Wah, ada yang pakai tas dan sepatu baru, nih..." seru Dika memprovokasi teman-temanya.

"Kenalan dong ..." ucap Dika sambil menginjak pelan sepatu baru Ranti. 

"Dika, apaan sih," ucap Ranti kesal.

"Kenalan kaliii, sepatu baru gitu loh..." seloroh Dika sambil terkikik.

"Ada-ada saja kamu mah, Dik..." timpal Rania, teman sebangku Ranti.

"Kalau tas baru, diapain, Dik?" tanya Azka lugu.

Dika mengedikkan bahunya.

"Sudah sudah. Pada norak, nih. Kayak enggak pernah lihat tas sama sepatu bagus saja kalian ini," sergah Rania.

"Ta, syukuran tas baru dong. Enggak perlu traktir deh, cukup kasih sontekan PR matematika saja ..." jawab Dika sambil cengengesan.

"Dih si Dika, hari gini masih suka nyontek... ke laut aja," timpal Rania.

"Namanya juga usaha, Ran," jawabnya cuek.

"Teng teng teng," bunyi bel pertanda kelas akan dimulai mengakhiri percakapan lima sekawan tersebut.

Sepulang sekolah, Ranti dan Rinta menunggu kedatangan Ibu di depan gerbang sekolah.

Tak berapa lama, ibu datang dan menyuruh mereka segera masuk ke dalam angkot yang ibu tumpangi.

"Kita, mau ke mana, Bu?"

Ibu hanya tersenyum sebagai jawaban.

"Kiri, Bang." Angkot menepi. Ibu, Ranti dan Rinta segera turun.

Rupanya, ibu mengajak mereka menuju toko souvenir.

"Ta, ini lucu, tidak?" Tunjuk ibu pada sebuah celrngan tanah liat berbentuk ayam.

"Buat siapa, Bu?"

"Buat, kalian berdua..."

Rinta dan Ranti saling berpandngan.

"Ibu dengar loh pembicaraan kalian tempo hari," jawab ibu kalem.

"Yaelah Bu, soal menabung?" tanya Ranti. Ibu mengangguk.

"Nih, ibu belikan celengan, biar nabungnya makin semangat," kata ibu.

Rinta dan Ranti pun serempak tertawa.
"Kirain ibu mau beliin tas yang Rinta mau..." jawab Rinta sambil terkikik.

"Maunya sih begitu, tapi ibu enggak punya uang banyak. Cukupnya buat beli celengan doang. Lumayan kan, biar kalian makin semangat nabungnya."

"Siap, Bu. Lagian Rinta juga enggak mau membebani Ibu, kok," Rinta memeluk erat tubuh Ibu, "terima kasih, Bu," ucapnya tulus.

"Maaf ya, ibu hanya bisa memberikan ini buat kalian. Semoga kalian makin semangat menabungnya. Kalau ada rezeki, nanti Ibu dan Ayah bantu tambahkan kekurangannya. Dan satu lagi, nanti kalian boleh makan es krim kesukaan kalian, ibu yang traktir..." seru ibu.

"Yeay..." Rinta dan Ranti serempak bersorak.
Mereka pun saling berpelukan, menjadi tontonan pembeli lainnya yang keheranan melihat kelakuan ibu dan anak itu.



#ODOPbersamaEstrilook
#Day29

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

[DIY] Tiga Kreasi Mainan Edukasi Berbahan Flanel

Ketika menjadi Ibu, secara otomatis kita dituntut untuk lebih kreatif demi terselenggaranya pendidikan dan pengasuhan anak yang menyenangkan.  Kita dituntut untuk cakap berinovasi, menciptakan permaianan, ataupun kegiatan yang mendukung tumbuh kembang anak sekaligus membuat mereka merasa nyaman dan antusias. Sebagai Ibu, tentu saja kita menginginkan yang terbaik untuk buah hati kita. Adakalanya kita yang dulunya "malas", "tidak cakap", dan cuek tetiba harus menjadi seseorang yang baru, yang menguasai apapun secara otodidak. Hanya karena tekad yang kuat, menjadikan kita teguh memperjuangkan itu semua, sebagai bentuk tanggung jawab dan kewajiban hakiki sebagai madrasah utama bagi buah hati tercinta. Pada kesempatan kali ini, saya akan sedikit berbagi tentang apa yang bisa kita kreasikan untuk membuat media bermain yang menyenangkan sekaligus "mencerdaskan" yang bisa kita buat secara mandiri, alias DIY (Do It Yourself) . Berikut beberapa cont