Langsung ke konten utama

Emak Melek Literasi


Pixabay

Belakangan ini, kiprah emak sedang naik daun. Bagaimana tidak, dari berbagai lini, banyak mencuat tentang kisah 'heroik' emak yang ikut berpartisiapasi dalam memperjuangkan kejujuran dan keadilan yang menghiasi berbagai media massa.

Tentu saja bukan hanya sekedar keluh kesah mahalnya harga berbagai kebutuhan pokok, yang memang sudah menjadi produk yang sangat dekat dengan keseharian ibu dalam merancang dan merencanakan kebutuhan gizi keluarga, yang bisa mengancam lancarnya keberlangsungan dapur agar tetap mengepul sempurna.

Namun, peran emak sekarang pun merambah juga dalam dunia literasi. Dimana, media informasi dan komunikasi menjadi media utama dalam penerapannya.

Lihat saja di berbagai media sosial, begitu riuh para emak yang menyuarakan keresahan hatinya. 

Di zaman millenial ini, dimana segala informasi semakin mudah diakses, kepiawaian seorang emak untuk menyaring informasi yang beredar tentulah sangat dibutuhkan.

Mengapa? Karena ibu adalah madrasah pertama untuk anak anaknya. Maka, jika ibu bisa memilah dan memilih dengan bijak segala informasi yang berkelindan di dunia maya, ia pun akan mampu memberikan pendidikan terbaik bagi anak anaknya.

Karena dalam mendidik anak, tentu saja bukan hanya diperlukan skill keilmuan yang mumpuni, tetapi juga harus dibarengi dengan teladan yang jempolan.

Ya, anak anak akan melihat, bagaimana ibunya bisa menahan diri untuk tidak begitu saja menelan bulat segala informasi yang memasuki kotak pikirannya, ia dengan bijak sekaligus kritis mencernanya terlebih dahulu sebelum memutuskan apakah ini berita benar atau sekedar hoaks, apakah ini ilmu yang bermanfaat atau sekedar kalimat provokasi negatif, apakah ini penting dan harus dibagikan, atau cukup sebagai 'koleksi' pribadi saja. 

Setidaknya, dari emak yang melek literasi, kita bisa sedikit memprediksi, bahwa kelak anak anak yang diasuh melalui tangannya pun akan menjadi orang yang selalu berpikir kritis dan 'skeptis' dalam menyaring segala informasi yang bertebaran, mana yang harus diambil bulat bulat, mana yang harus disesuaikan dengan konteks, dan mana yang memang betul betul harus ditinggalkan.

Maka, menjadi emak yang melek literasi itu sungguh menjadi kewajiban. 

Bukankah wahyu pertama yang Rasullullah SAW pun adalah 'Iqra', artinya kemampuan 'membaca' baik secara harfiah maupun secara esensi sangat dibutuhkan untuk menunjang pendidikan ananda.

Tentu saja, perintah iqro ini tidak saja berlaku hanya untuk kaum laki laki, bukan?

Maka, wajib pula bagi para emak untuk semakin melek literasi dan turut andil dalam perjuangan menuju kemajuan peradaban manusia, sebagai bekal dalam upaya mencerdaskan generasi bangsa.

Ya, jangan anggap remeh peran kita sebagai madrasah pertama dalam mendidik dan mengasuh ananda, wahai emak.

Karena di tanganmulah, kelak akan terlahir generasi penerus zaman. 

Wallahu a'lam bishawab


Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. Wah, benar Mba. Ibu madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jadi melek Literasi itu hal pertama yang harus dilakukan agar tidak kudet.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...

Musik Klasik versus Musik Tradisional

Judul film: Our Shinning Days (2017) Cast: Xu Lu (Chen Zing) Peng Yuchang (Li you) Luo Mingjie (Wang Wen) Asal film: China Genre: comedy romance Durasi: 103 menit Beberapa bulan ke belakang, di  newsfeed akun facebook  saya muncul cuplikan sebuah film yang membuat jari saya tak kuasa menolak menekan tombol play . Benar kan, adegan yang terlihat kemudian membuat saya betah menonton sampai akhir. Menarik. Kata pertama yang terlintas di kepala. Sayangnya, saat itu saya tidak menemukan informasi lebih lanjut apa gerangan judul film tersebut. Ajaibnya, semalam, ketika iseng berselancar di platform youtube , tampaklah satu  channel yang mempost sebuah film drama asia berjudul " Our shinning days" yang ternyata adalah versi full dari cuplikan adegan film di facebook. Kebetulan lagi di kelas fiksi odop ada tugas me review film, pucuk dicinta ulam pun tiba.  Film ini bergenre comedy romance. Berlatar...