Langsung ke konten utama

Tentang Kemaafan



Ketika kita hanya fokus pada kesalahan orang lain, kita terlupa untuk berinstrospeksi diri.
Ketika kita fokus untuk mengubah orang lain, kita terlupa untuk memperbaiki diri.
Ketika kita sibuk mencari kesalahan orang lain, kita lupa mengapresiasi sisi positif yang ada padanya.
Ketika kita terlalu fokus mengeluhkan kekurangan orang lain, kita terlupa untuk mensyukuri kebaikan yang pernah ia berikan.

Ya, adakalanya kita lebih cenderung mengingat 'keburukan' orang lain, apalagi jika itu benar-benar melukai hati. Manusiawi memang. Tetapi, jangan sampai kekecewaan kita pada seseorang membuat kita menjadi merasa "berhak" untuk berlaku hal yang sama. Menjadikan kita pada akhirnya berperilaku serupa dengan apa yang seseorang lakukan tersebut.

Jadi, apa bedanya kita dan mereka?
Jika kamu merasa terluka setelah dikecewakan, mengapa kamu justru melakukan "pengulangan" cerita dimana kini kamulah yang menjadi subjek pelakunya.

Bukankah seharusnya, kelukaan membuat kamu menjadi semakin berempati?
Kamu tahu rasanya disakiti, dan kamu bertekad untuk tidak melakukan hal serupa pada orang lain.

Allah tidak menakdirkan kisah hidup seseorang hanya untuk kesia siaan. Pasti àda hikmah besar yang Dia sisipkan dalam setiap liku kehidupan. 

Karena seringkali justru 'ketidakberdayaan' membuat kita semakin yakin dan pasrah untuk 'menggantungkan' dan 'berharap' hanya pada 'kekuatan'-Nya.

Ya, jika saat berjaya seringkali kita jumawa, hingga melupa, bahwa dalam setiap keberhasilan yang kita tuai, bukan semata karena kita bisa.

Tetapi justru ketika kita terpuruk dan merasa tak punya kuasa, kepasrahan justru semakin mendekatkan kita pada Nya.

Tidak mudah memang merelakan rasa sakit melebur dalam kemaafan yang tulus, namun tetap harus diupayakan, sekecil apapun peluang untuk membersihkan hati dari kebencian, maka itu layak untuk diperjuangkan.

Karena bukankah Allah menjanjikan balasan lebih baik bagi siapa saja yang ketika tersakiti dan mampu membalas dengan setimpal justru memilih jalan untuk memberi kemaafan?

Walau tidak mudah, mari terus berjuang, kembali fokuskan hati kita untuk melihat lebih dalam dari sudut pandang yang lebih positif.

Semoga Allah selalu menjaga hati kita tetap lapang, dan memberi kemudahan untuk 'melupakan' rasa kecewa di hati, dan menggantinya dengan 'kemaafan' setulus hati.

Allahumma aamiin.

*Repost dari sini

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

SETULUS CINTA DEWI

Courtesy: Google "Segumpal rasa itu kau sebut cinta Seperti pelangi selepas hujan Ada rindu disana Bersemayam dalam harapan Yang perlahan memudar Saat rasamu ternyata tak kunjung terbalas" Dewi Maharani. Kisah asmaranya seumpama puisi. Indah membuai namun hanya ilusi. Berbilang masa ia setia. Namun waktu tak jua berpihak padanya. Adakah bahagia tersisa untuknya? *** "Wi, kamu habis ketemu lagi sama si Wijaya?" Suara ibu menggetarkan udara, menyambut kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. Dewi bergeming. Matanya lekat menatap semburat cahaya mentari yang memantul lembut dari sebalik jendela. "Wi, kenapa sih kamu terus memaksakan diri. Wijaya itu sudah beranak istri. Sudahlah, berhenti saja sampai disini. Sudah telalu banyak kamu berkorban untuknya," Wanita paruh baya itu menambahkan, kembali menasehati gadisnya untuk kesekian kali. Perlahan si gadis pemilik mata sayu menghela nafas, sejenak mengumpulkan kekuatan untuk membalas ucapan ibunda ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...