Langsung ke konten utama

Memaknai Arti Sebuah Kesalahan dan Kegagalan

Pixabay


Apakah kesalahan selalu beriringan dengan kegagalan?
Bisa jadi. 

Tapi kegagalan yang kita dapati pun, sejatinya adalah sebuah modal untuk melangkah semakin kencang, bukan?
Mengapa begitu?

Mari kita kupas bersama.

Kenapa harus ada kesalahan? 
Agar ada kemaafan dan saling memaafkan.

Dengan begitu, kita semakin terlatih menjadi seseorang yang mampu berbesar hati. Berbesar hati untuk mengakui kesalahan, atau pun berbesar hati untuk memberikan kemaafan pada seseorang yang telah membuat kita terpuruk dan terluka.

Tidak mudah memang. Namun disitulah kuncinya. Ketika kita mampu menempuhinya dengan sempurna, maka bersamaan dengan itu, kegagalan atau kesalahan yang kita lalui kelak bertransformasi menjadi sebuah pendewasaan diri. 

Katakan saja, kesalahan adalah cara melatih kebesaran jiwa kita untuk secara ksatria mengakui kesalahan dan meminta kemaafan. Untuk kemudian saling belajar menjadi lebih baik dan bijak dalam berperilaku. Agar semakin menghargai dan mencintai dan saling menjaga perasaan. Tanpa kesalahan, mungkin kita tak akan pernah tahu apa yang membuat seseorang merasa terluka untuk kemudian kita benahi agar hal tersebut tak lagi terulang.

Begitu pula dengan adanya kesalahan yang seseorang timpakan pada kita, artinya sebuah kesempatan untuk menjadikan kita lebih peka dan mudah berempati. Dengan memaafkan kita berlatih memiliki jiwa besar. Kemudian belajar dari kesalahan orang lain, untuk tidak melakukan hal serupa. Juga belajar untuk lebih menghargai orang lain dengan segala apa yang ada padanya, karena kesadaran diri sebagai manusia yang tak akan luput akan khilaf dan salah.

Jadi, mengapa harus ada kegagalan? 

Agar kita semakin tangguh dan berjiwa besar.
Kesalahan demi kesalahan yang menyertai sebuah kegagalan adalah pengalaman berharga yang bisa kita 'manfaatkan' untuk melangkah ke jenjang berikutnya. Melewati fase ujian yang pastinya lebih "menantang" dengan lebih baik dan lebih bijak.

Jika selalu takut gagal, kita tak akan pernah melangkah maju. Sebaliknya,  ketika kita berani mencoba meski 'salah', dengan segala konsekuensinya, membuat kita semakin kuat, cerdik serta berhati-hati dalam melangkah dan mengambil keputusan.
Asalkan kesalahan yang kita lakukan pastikan diiringi dengan instrospeksi dan perbaikan diri. Agar kesalahan justru bertransformasi menjadi sebuah modal untuk melangkah lebih maju dan semakin berkembang, bukan malah menjadi bumerang yang menghentikan langkah kita untuk terus berlari maju, dan hanya terpuruk berkepanjangan dalam penyesalan ketika mendapati kegagalan.

Demikian.
Wallahu 'alam bishawab.

*CMIIW*


Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. Setuju mba, kegagalan menjadi pengalaman berharga untuk melangkah lebih hati-hati selanjutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mba. Terimakasih ya sudah berkunjung... 😊🙏

      Hapus
  2. Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mba Yeti, dari kegagalan kita belajar melangkah lebih baik lagi ya... 😁

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta