Langsung ke konten utama

Mengundang Kebahagiaan dengan Bersyukur


Anak-anak mempunyai parameter kebahagiaanya sendiri. Bisa jadi seiring dengan apa yang kita pikirkan, atau justru berkebalikan dari apa yang kita persepsikan.

Boleh jadi, bagi orang dewasa hal itu berarti ribet, tapi bagi mereka justru seru.
Mungkin saja, bagi kita hal itu membahayakan, namun bagi mereka itu menyenangkan.
Atau seringkali bagi kita, itu kotor dan jijik, akan tetapi bagi mereka itu justru bikin happy.

Nah, terkadang perbedaan ini pula lah yang membuat kita tiba-tiba bertanduk, ingin marah, ingin mengomel, ingin "mencereweti",  karena merasa mereka 'membangkang', tidak menurut, selalu bikin ulah, dan nakal?

Untungnya di zaman now, banyak materi parenting yang bisa dengan mudah diakses hanya dengan sentuhan jemari.

Jadi, perkara tersebut, sebagian besar sudah bisa 'diterima' dengan legowo oleh orang tua yang 'open minded'.

Setidaknya, kita bisa menerima secara bijak, bahwa memberikan kesempatan kepada ananda untuk menikmati masa tumbuh kembangnya sesuai dengan fitrah dan minat adalah suatu hal yang baik. 

Tidak mengapa kotor, berantakan, toh dari situ mereka belajar sesuatu, mungkin kelak mereka mempunyai jiwa kreatif, inovatif, observatif ...

Tidak mengapa membahayakan (selama dalam pengawasan dan masih dalam taraf 'wajar'), toh dari situ mereka bisa belajar untuk menjadi pemberani, waspada, berpikir strategik, jeli, solutif...

Tidak mengapa ribet, toh dari sana mereka bisa belajar bersabar, ulet, teliti, tekun dan sebagainya...

Ya, jika dulu, pengasuhan lebih berorientasi pada menjaga anak dan 'menunjukan jalan yang benar', namun di masa kini, para orang tua menjadi lebih luwes. Pengasuhan tidak berarti memimpin anak untuk menjadi apa yang orang tua anggap baik dan terbaik bagi si anak. Namun, penggasuhan adalah memberikan fasilitas dan pendampingan disertai pengawasan kepada ananda untuk memilih, jalan mana yang terbaik versi mereka, sesuai dengan minat, bakat dan potensi yang memang sudah terinstal dalam dirinya. 

Secara teori, hal itu sempurna. Namun dalam praktiknya, tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Walaupun berlembar-lembar catatan parenting sudah kita lahap, beratus-ratus artikel  pengasuhan sudah kita kunyah, berpuluh-puluh kulwapp, workshop, kelas diskusi hingga seminar menjadi orang tua yang ideal sudah kita telan, tentu berbagai kendala, hambatan, kesulitan dan khilaf akan tetap membayangi.

Itulah mengapa, menjadi orang tua adalah pelajaran seumur hidup. Kita dipaksa untuk belajar sepanjang hayat. Bahkan jika sudah ada template-nya pun, kita tidak bisa benar-benar mengaplikasikan dengan sama persis. Karena tiap individu tentu memilki keunikannya sendiri dan tiap keluarga memegang prinsip hidup yang tak serupa. Hal inilah yang memungkinkan bagi kita untuk ATM dan memodifikasi berbagai metode menjadi yang paling 'gue banget'.

Tidak semua template bisa kita pakai plek ketiplek tanpa penyesuaian, karena mungkin saja kitanya yang tidak cocok dan tidak sreg dengan metode tersebut. Atau bahkan si anak yang memang tidak bisa 'menerima' cara itu karena tidak sesuai dengan karakter yang tertanam dalam dirinya. Atau bisa jadi hal itu tidak sejalan dengan nilai yang diyakini dalam keluarga.

Ya, belajar parenting berarti belajar untuk terjatuh dan bangun, try and error, gagal dan bangkit, hingga kita benar-benar menemukan formula yang paling sesuai dengan kebutuhan.

Jangan berkecil hati, jika hingga saat ini, kita masih dalam tahap pencarian. Jalani saja dengan penuh rasa syukur. Karena kesyukuran bisa mengundang hadirnya kebahagiaan. Dan kebahagiaan adalah kunci dari keberhasilan. 

Jika kita bahagia, maka kita bisa menjalani proses demi proses tanpa stres. Maka itulah kelak yang akan menuntun kita, untuk melakukan hal-hal baik, yang bisa jadi adalah jawaban yang selama ini kita cari.

Ya, anak yang bahagia terlahir dari ibu bahagia, bukan?

Maka, bersyukurlah, dan kebahagiaan akan hadir sebagai jawaban.

Semoga kita bisa menjadi orang tua bahagia yang melahirkan generasi masa depan: para calon ayah dan calon ibu yang bahagia.

#nonfiksiOdop7
#day3

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. Aku pun telah menurunkan standard biar tetap waras ��

    BalasHapus
  2. Anak anak yg rasa ingin taunya tinggi kadang dibilang nakal, tapi gapapa selama nakal kepanjangan dari baNyAk aKAL..😊

    BalasHapus
  3. Tetep semangat menebar kehangatan 😊

    BalasHapus
  4. Masyaa Allah, harus belajar sejak dini sepertinya aku... Ilmu parenting nggak main-main berarti ya Mba Lee.. Terima kasih atas sharingnya, Mba. Jazaakillahu khayra. Salam untuk Mas jagoan dan si kecil yang ikut hehehe

    BalasHapus
  5. Aku bahagia, anakku pasti juga bahagia... Amiin... Hehe

    BalasHapus
  6. Ada saatnya memang harus melebur ambisi dan keinginan supaya lebih bersyukur.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

[DIY] Tiga Kreasi Mainan Edukasi Berbahan Flanel

Ketika menjadi Ibu, secara otomatis kita dituntut untuk lebih kreatif demi terselenggaranya pendidikan dan pengasuhan anak yang menyenangkan.  Kita dituntut untuk cakap berinovasi, menciptakan permaianan, ataupun kegiatan yang mendukung tumbuh kembang anak sekaligus membuat mereka merasa nyaman dan antusias. Sebagai Ibu, tentu saja kita menginginkan yang terbaik untuk buah hati kita. Adakalanya kita yang dulunya "malas", "tidak cakap", dan cuek tetiba harus menjadi seseorang yang baru, yang menguasai apapun secara otodidak. Hanya karena tekad yang kuat, menjadikan kita teguh memperjuangkan itu semua, sebagai bentuk tanggung jawab dan kewajiban hakiki sebagai madrasah utama bagi buah hati tercinta. Pada kesempatan kali ini, saya akan sedikit berbagi tentang apa yang bisa kita kreasikan untuk membuat media bermain yang menyenangkan sekaligus "mencerdaskan" yang bisa kita buat secara mandiri, alias DIY (Do It Yourself) . Berikut beberapa cont