Langsung ke konten utama

Review Novel: Bulan Nararya karya Sinta Yudisia


Buku ini bercerita tentang kisah cinta yang rumit antara Nararya, Angga dan Moza.Walau mengangkatvtema yang mainstream, namun novel ini tetap memiliki daya tarik yang magis bagi saya pribadi. Kisah kasih ketiga tokoh dinarasikan secara kreatif dengan latar yang menarik, Mental Health Center.

Nararya adalah terapis di salah satu mental health center yang cukup bergengsi di Surabaya, yang dikepalai oleh bu Sausan. Ia sempat menjadi dosen pembimbing Nararya di masa kuliah dulu. Bu Sausan tahu kualitas dan kapasitas seorang Nararya, maka ia kemudian menaruh harap pada kecakapannya. Kedekatan dan kelekatan yang secara organik terbangun tersebut, menjadikan bu Sausan selayaknya 'ibu' yang selalu menunjukkan empati dan kepeduliannya pada Nararya, walau dengan caranya yang terkadang disalahpahami oleh Nararya sebagai 'penolakan'. 

Moza merupakan sahabat terdekat Nararya, sekaligus rekan terapis yang sama-sama bekerja di mental health center tersebut. Dulu mereka begitu dekat, saling mendukung walaupun tetap bersaing dengan cara yang 'sehat', sebelum prahara itu merusak segalanya.

Angga, ia adalah seorang dosen, dengan watak yang 'baik' dan 'lembut' pada setiap orang, sehingga sering mengundang kekaguman dari para hawa, termasuk para mahasiswi bimbingannya. Angga sangat berkebalikan dengan Nararya yang berpenampilan lebih cuek dan apa adanya, sementara Angga lebih cenderung rapi, wangi, dan 'anggun'.

Walau begitu, mereka saling mencintai. Mereka menikah dan menuntaskan kebersamaan sebagai pasangan suami istri yang bahagia selama satu dekade. Walaupun tanpa buah hati yang lama dinanti, mereka tampak bahagia dan baik-baik saja, hingga detik itu, ketika Nararya dan Angga pada akhirnya berselisih paham, mereka sama-sama menjadikan Moza sebagai 'telinga' yang siap sedia menampung segala 'uneg-uneg' yang mereka lontarkan. 

Ketegangan dalam hubungan Angga dan Nararya, membuat jurang pemisah antara keduanya. Selisih paham yang berlarut larut, membuat Angga mencari kenyamanan pada diri Moza. 

Dan, pada akhirnya, Nararya menyerah. Ia dan Angga pun resmi berpisah setelah ketuk palu di Pengadilan Agama. Perceraian menjadi akhir kisah romantika satu dekade Nararya dan Angga.

Perpisahan tak terelakkan menjadi salah satu sebab yang mampu mengundang kepedihan yang dalam, walau Nararya berusaha tegar, berlindung di balik kesibukan yang menggerus waktu, rasio dan energinya, pada akhirnya tameng itu merapuh, dan Nararya tersungkur jatuh semakin dalam.

Namun, tak bisa dipungkiri, kesibukan dalam pekerjaan yang sangat menyita perhatiannya memang bisa sejenak mengalihkan kepedihan.

Entah mengapa, ketika menghadapi hari yang buruk, ia akan 'mengadu' kepada tiga kliennya, yang walaupun tidak memberikan wejangan yang solutif, namun justru tingkah dan ucapan mereka yang 'unik' itulah yang kerapkali mampu menghapus mendung dari hatinya.

Mereka adalah, Sania, Pak Bulan dan Yudisthira.

Ketiganya terdiagnosa sebagai penderita skizophrenia, orang-orang dengan gangguan struktur otak dan beragam tekanan luar biasa dalam hidup yang menyebabkan mereka kehilangan kemampuan berpikir normal dengan salah satu ciri spesifik: halusinasi. Ilusi, delusi dan waham mengikuti. Tetapi hal yang paling membedakan dengan gangguan kepribadian lain adalah perilaku halusinasi parah yang menyebabkan mereka harus diasingkan, sebab tak mampu membedakan realitas dan khayalan. (Hal 18)

Sinta Yudisia begitu apik memilih diksi yang enak untuk dibaca. Tuturnya mengalir, walau sesekali membuat kening berkerut, karena alur maju mundur dalam kisah ini berasa tumpang tindih. Harus dibaca pelan dan tenang untuk memahami, bahwa bagian ini adalah flash back, sementara bagian ini adalah 'present'.

*Suaranya terdengar serak di seberang.
Bingung. Marah tertahan. Juga, luka di akhir tarikan napas.
"Aku harus bagaimana?"
Jam dinding menjawab dengan dentangan berjumlah dua. Dini hari yang memberatkan kelopak mata.
" ... dia bunuh kucingku!" (hal 5)

Paragraf pertama yang ia bangun sudah mampu membuat kita penasaran. Sekilas, tampak seakan-akan kisah ini akan dibawa ke 'jalur' thriller. Ada ketegangan, ada kepiluan, ada keindahan namun ada pula kelucuan yang tak berlebihan. 

Penceritaan latar tempat, kejadian dan waktu yang penulis narasikan pun mampu menjadi magnet bagi saya. Ya, Sinta Yudisia berhasil "menyisipkan" pengenalan budaya, keindahan alam hingga makanan khas suatu daerah dengan penggambaran yang cukup rapi dan 'enak'.

Konflik cerita membuat kita menduga-duga, turut 'menyibak' tabir misteri yang belum terungkap bak seorang detektif.

Ya, membacanya membuat saya cukup terhibur, turut larut dalam kisahnya, sekaligus mendapat insight baru tentang mental heath, juga mendapat bonus suntikan wawasan budaya nusantara.

Dan yang paling membuat saya tertarik adalah gaya penceritaannya dengan diksi yang dinamis, atraktif namun tidak memberi kesan "memaksakan". Kadang meliuk, kadang elegan, namun tetap terasa nyaman saat dibaca.

Bagi saya, novel ini pantas mendapatkan nilai delapan. 
Bagaimana, kamu tertarik juga untuk membacanya? 

#Tugas2_RCO6
#NonfiksiOdop7
#Day5

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. Bertutur tentang salah satu kelainan mental health yang parah, schizophrenia mengingatkanku dg kerabatku. Ia pun menderita schizophrenia hingga harus mengkonsumsi obat. Alhamdulillah, kondisinya membaik. Dokter yg menanganinya bilang begini, " Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Sebagaimana masalah itu pasti ada solusinya." Anyway, tulisan keren kak. Jadi ingin membacanya juga..

    BalasHapus
  2. Pilihan kata buat reviewnya bagus sekali .

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

[DIY] Tiga Kreasi Mainan Edukasi Berbahan Flanel

Ketika menjadi Ibu, secara otomatis kita dituntut untuk lebih kreatif demi terselenggaranya pendidikan dan pengasuhan anak yang menyenangkan.  Kita dituntut untuk cakap berinovasi, menciptakan permaianan, ataupun kegiatan yang mendukung tumbuh kembang anak sekaligus membuat mereka merasa nyaman dan antusias. Sebagai Ibu, tentu saja kita menginginkan yang terbaik untuk buah hati kita. Adakalanya kita yang dulunya "malas", "tidak cakap", dan cuek tetiba harus menjadi seseorang yang baru, yang menguasai apapun secara otodidak. Hanya karena tekad yang kuat, menjadikan kita teguh memperjuangkan itu semua, sebagai bentuk tanggung jawab dan kewajiban hakiki sebagai madrasah utama bagi buah hati tercinta. Pada kesempatan kali ini, saya akan sedikit berbagi tentang apa yang bisa kita kreasikan untuk membuat media bermain yang menyenangkan sekaligus "mencerdaskan" yang bisa kita buat secara mandiri, alias DIY (Do It Yourself) . Berikut beberapa cont