Langsung ke konten utama

Sayonara RCO

Sumber: WaG RCO


Reading Challenge Odop. Apa sih itu? 

Jadi gini, RCO merupakan bagian dari program yang diadakan oleh Komunitas Odop. Dimana kita di challenge untuk membaca buku dengan tema tertentu dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Nah kalau cuma baca mah udah biasa lah yha, yang menjadi menarik dan menantang adalah, di setiap level kita mendapat tantangan menulis juga, yang harus dikerjakan sebagai syarat lelulusan dalam setiap levelnya.

Dalam RCO kali ini, ada lima level yang akan kita lalui dalam kurun waktu 45 hari. 

Lima level dengan tema buku berbeda di setiap levelnya. 

Level satu masih bertema bebas, level dua membaca buku biografi, tema ketiga buku sejarah, tema keempat buku berbahasa asing dan tema terakhir buku fiksi karya penulis peraih nobel sastra.

Dari ke lima tema, yang paling menantang adalah tema sejarah dan bahasa asing. 

Sungguh bergelut dengan banyak angka dan tokoh itu menguras banyak energi, buku sejarah adalah tipe buku yang tidak bisa dibaca sambil lalu. Agar memahami alur cerita, harus dibaca dengan seksama sehingga tidak menimbulkan kebingungan setelah selesai membacanya. Tantangan terberatnya adalah kita wajib paham agar bisa kembali menuangkan pemahaman kita mengenai buku tersebut dengan baik, hanya dalam kurun waktu tertentu. Alhasil, walaupun saya mampu melewati level tersebut, ada rasa "tidak puas" dalam mengerjakannya. Karena tidak benar-benar menguasai materi. Entah tepat atau tidak pandangan yang saya tulis mengenai buku sejarah yang saya pilih untuk dibaca pada level ini.

Untuk novel berbahasa asing, ini pun sangat menguras energi. Selama membacanya, kepala terasa berdenyut. Mengapa? Mungkin untuk mereka yang menguasai bahasa asing dengan baik, membacanya tidak menjadi beban. Namun, bagi saya yang pemahaman berbahasa inggrisnya masih level TK, membaca novel berbahasa asing ini terasa begitu menantang. Acapkali saya tak paham apa yang sedang dibahas dalam tulisan tersebut, namun karena waktu yang disediakan oleh PJ untuk merampungkan buku ini pun tidaklah banyak, maka, saya mencoba melanjutkan membacanya. Mencoba menerka dan memahami alakadarnya. Mengaitkan dengan kalimat lain yang saya pahami, dan alhamdulillah, walaupun tertatih, tugas menulis resensi di level ini pun bisa saya rampungkan di detik-detik akhir deadline. 

Bersyukur dipertemukan dengan komunitas ODOP yang super kece, dengan program program yang super kece, salah satunya RCO ini. Lewat RCO, buku-buku yang dahulu hanya tertumpuk tanpa tersentuh, satu dua mulai terjamah. Lumayan, stok buku "harus di baca" sedikit berkurang. 

Lewat RCO juga, keterampilan saya dalam menulis resensi semakin diuji, karena memang kapasitas saya di ranah itu masih nol besar.

Dan setidaknya, blog yang sempat "bersarang" karena dibiarkan tak terurus selepas program ODOP berakhir, kini kembali 'dirapikan'.

Jadi tidak terlalu sepi lagi, ada lah satu dua pengunjung yang berbaik hati meninggalkan jejaknya walau hanya sekedar singgah.

Jika RCO batch lima ini sudah benar-benar berakhir, tentu saja akan ada rasa kehilangan yang menyertainya. 

Semoga bisa kembali berjodoh di batch berikutnya. Karena, walaupun bikin "pusing", namun RCO mempunyai kans yang cukup tinggi untuk dikangenin. 

Pokoknya super terimakasih buat duo pije super kece yang rela menyempatkan waktunya untuk "mengurusi" kita, ditengah kesibukan pribadi yang pasti jug sudah cukup banyak menguras energi, waktu dan emosi.

Semoga kebaikan, ketulusan dan perjuangan kalian mendapat balasan yang terbaik.

Harapannya semoga program RCO terus berlanjut, tidak terhenti sampai disini. Semoga semakin banyak yang mengikuti program ODOP di batch berikutnya, sehingga RCO semakin ramai lagi. 



Sayonara, RCO.... 


#ReadingChallengeOdop
#Tantanganlevel5
#Tantangan3RCOlevel5


Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

SETULUS CINTA DEWI

Courtesy: Google "Segumpal rasa itu kau sebut cinta Seperti pelangi selepas hujan Ada rindu disana Bersemayam dalam harapan Yang perlahan memudar Saat rasamu ternyata tak kunjung terbalas" Dewi Maharani. Kisah asmaranya seumpama puisi. Indah membuai namun hanya ilusi. Berbilang masa ia setia. Namun waktu tak jua berpihak padanya. Adakah bahagia tersisa untuknya? *** "Wi, kamu habis ketemu lagi sama si Wijaya?" Suara ibu menggetarkan udara, menyambut kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. Dewi bergeming. Matanya lekat menatap semburat cahaya mentari yang memantul lembut dari sebalik jendela. "Wi, kenapa sih kamu terus memaksakan diri. Wijaya itu sudah beranak istri. Sudahlah, berhenti saja sampai disini. Sudah telalu banyak kamu berkorban untuknya," Wanita paruh baya itu menambahkan, kembali menasehati gadisnya untuk kesekian kali. Perlahan si gadis pemilik mata sayu menghela nafas, sejenak mengumpulkan kekuatan untuk membalas ucapan ibunda ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...