Langsung ke konten utama

Jangan Lepaskan Aku, Sebuah Karya Peraih Nobel Sastra 2017


Wahhh... terharu, dengan berbagai rintangan yang menghadang, akhirnya bisa juga menapakkan kaki di puncak tangga RCO. Yeay, novel karya peraih nobel sastra yang menjadi tugas akhir RCO pun akhirnya berhasil ditaklukan hingga akhir halaman.

Jujurly, saat membaca novel ini, pada halaman awal saja, saya merasa agak kurang sreg. Mengapa? Karena gaya penuturannya terasa 'agak hambar' dengan alur yang sangat-sangat lambat.

Ok, sebelumnya saya informasikan sedikit ya tentang novel ini. 

Jadi, novel ini tuh fokusnya sebenarnya pada satu isu yang cukup kontroversial, yang disajikan secara halus melalui kisah yang dramatis dan memilukan.

Tentang tiga tokoh utama, Khatty, Ruth dan Tommy.

Kisah romansa tiga sosok anak muda yang sudah bersahabat sejak kecil.
Mereka menghabiskan masa kecil hingga remaja di sebuah hunian, semacam sekolah asrama bernama Hailsham.

Dimana, para penghuni Hailsham ini terisolir di dalamnya, seolah memiliki kehidupan sendiri, dan tidak diperkenankan untuk melihat bahkan bersinggungan dengan dunia luar hingga "masa kelulusan".

Setelah berusia 16, mereka "disebar" ke tempat baru yang di sebut Cottage, dimana mereka akan bertemu dengan "orang orang baru" yang bukan hanya berasal dari Hailsham.

Orang orang yang sudah lebih dulu singgah disana disebut veteran. Di fase inilah mereka diberikan keleluasaan untuk menjalani "kursus/pelatihan" hingga akhirnya mendapati pekerjaan sementara sebagai perawat sebelum akhirnya mereka menjalani suatu tugas atau misi, yang memang merupakan tujuan utama mereka "dilahirkan".

Novel ini disusun ke dalam tiga bab. Dimana Bab 1 menceritakan tentang kehidupan di Hailsham, Bab 2 mengisahkan masa-masa di Cottage, dan pada Bab tiga inilah, ketika semua misteri yang dikisahkan secara lambat pada bab sebelumnya, terpecahkan dengan cukup terang benderang. 

Pokoknya membaca novel ini tuh harus ekstra sabar, karena klimaksnya benar-benar ditaruh pada bab-bab akhir. 

Novel dengan ketebalan 358 halaman, karya peraih nobel sastra 2017, Kazuo Ishiguro ini berjudul "Never Let Me Go".

Mengapa Kazuo pada akhirnya menjadi salah satu peraih nobel sastra?

“Hadiah Nobel Kesusastraan 2017 jatuh kepada Kazuo Ishiguroo, yang dalam novel-novelnya memiliki kekuatan emosional yang hebat, dan telah membuka jurang perasaan ilusi kita tentang hubungan dengan dunia,” tulis pihak Akademi Swedia dalam rilis resminya.

Nah, menurut saya pribadi, dari novel yang saya baca ini, Kazuo berani mengangkat isu yang kontroversial dalam novelnya, yang dibalut dengan kisah yang dramatis, sehingga setiap membaca karya  tersebut  akan menghadirkan sisi humanis dari penikmat tulisannya. Mereka bisa benar-benar masuk ke dalam setiap plot secara emosional.

Mungkin cara bertutur dan menggiring pembaca untuk larut dalam pemikirannya yang lebih humanis, dengan menyajikan isu hangat dengan cara yang lebih manusiawi inilah salah satu faktor mengapa ia pantas di ganjar sebuah penghargaan sebagai peraih nobel sastra pada tahun 2017.

Sekontroversial apa sih tema yang di usung Kazuo dalam novel "Never Let Me Go" ini?

Mari kita cermati lewat sinopsis di halaman belakang novelnya ini ya...





Selamat membaca. 😊🙏

#ReadingChallengeOdop
#Tantangan2RCOlevel5
#KomunitasOneDayOnePost

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

  1. Never Let Me Go... Aku belum pernah baca novelnya. Hanya pernah menonton filmnya... dan sukses membuat hati itu merasa bcenelcieniejix susah menjelaskan dg kata-kata :p Dalem, pokoknya. Novelnya sepertinya lebih dalem lagi. Jadi pengen baca.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

SETULUS CINTA DEWI

Courtesy: Google "Segumpal rasa itu kau sebut cinta Seperti pelangi selepas hujan Ada rindu disana Bersemayam dalam harapan Yang perlahan memudar Saat rasamu ternyata tak kunjung terbalas" Dewi Maharani. Kisah asmaranya seumpama puisi. Indah membuai namun hanya ilusi. Berbilang masa ia setia. Namun waktu tak jua berpihak padanya. Adakah bahagia tersisa untuknya? *** "Wi, kamu habis ketemu lagi sama si Wijaya?" Suara ibu menggetarkan udara, menyambut kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. Dewi bergeming. Matanya lekat menatap semburat cahaya mentari yang memantul lembut dari sebalik jendela. "Wi, kenapa sih kamu terus memaksakan diri. Wijaya itu sudah beranak istri. Sudahlah, berhenti saja sampai disini. Sudah telalu banyak kamu berkorban untuknya," Wanita paruh baya itu menambahkan, kembali menasehati gadisnya untuk kesekian kali. Perlahan si gadis pemilik mata sayu menghela nafas, sejenak mengumpulkan kekuatan untuk membalas ucapan ibunda ...

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo ...