Langsung ke konten utama

RESUME MATERI LANJUTAN PROSA LIRIS WAG KELAS FIKSI ODOP BATCH 6

Sumber: WAG Kelas Fiksi Odop Batch 6

Pemateri: Achmad Ikhtiar aka Uncle Ik
Waktu: Minggu, 9 Desember 2018, pukul 20.00 s/d 22.00 WIB

Bab 1
MATERI

Kenalin nama saya Uncle ik. Dulu saya anggota ODOP angkatan lama, terus keluar karena kesibukan. Malem ini saya diminta buat ngisi kelas Prosa liris. 
Kenapa harus ada prosa liris?
Karena prosa bikin jenuh dan puisi bikin pusing. 

Prosa liris yang akan kita bahas malam ini lebih condong ke prosa liris modern
Soalnya prosa liris klasik kebanyakan berisi mantra dan udah umum di masyarakat minang.

Ada yang suka Gibran, Rendra, Tagor atau Boris Pasternak?
Penulis prosa liris juga punya macam macam genre, Gibran yang romantis, Tagor yang humanis dan Rendra yang sedikit sadis.

Sebelum mulai, kita harus tau dulu beda antara puisi, sajak sama prolis.
Karena ketiga nya mirip.
Puisi cenderung kaku dan terikat pada aturan, sajak lebih bebas tapi tetap terikat pada rima tertentu.

Prolis bisa dibilang sebuah pemberontak atau mix dari prosa dan puisi. Prolis punya gaya bercerita mirip dengan prosa tapi menggunakan diksi puisi. Itulah yang membuat prolis memiliki kekuatan lebih dibanding prosa, karena daya interpretasi nya lebih luas.

Umumnya prolis ditulis berparagraf seperti prosa atau cerpen tapi tidak mengikuti plot cerpen, jadi boleh langsung lompat ke konflik atau malah tanpa konflik.

Aturan dasar dalam menukis Prosa Liris: 
  1. Harus berupa ungkapan perasaan

Contoh Prolis
BLUES MALARIA
(Sitir Blues Untuk Bonnie....)

Pandangan matamu masih nanar menjilati pojok demi pojok. Berharap ada berahi malam ini supaya perutmu yang kosong bisa terisi. Sejauh mata memandang, hanya asap-asap kejenuhan yang terus dihembuskan dari mulut-mulut berbau whiskey.

Langkah kakimu gontai, dari balik perut yang rata, lambungmu perih menjerit-jerit karena belum terkena nasi sejak pagi.

Di tengah ruangan, penyanyi negro dengan gitar akustik bututnya masih terus bernyanyi-nyanyi. Dia tidak bernyanyi dengan suara, tapi dengan darah dan air mata. Kenang mengenang. Lagu perih tembang kampung halaman.

New Orleans… New Orleans… Oh New Orleans yang jauh disebutnya berulang-ulang. Terkenang anak istrinya yang terbuang, mimpi-mimpi yang sudah tergadai sampai tandas dan borok di selangkangan yang tak kunjung sembuh.

Sumpah serapah membuncah dari mulut-mulut mabuk di pinggir panggung. Bising, hingar bingar, kumuh, jorok, tak beradab, bar-bar. Kamu terjebak dalam neraka yang tak berkesudahan.

Pandangan matamu mulai buram…

Duduklah sini dekat pedianganku. Angin santer yang meniupkan malaria terlalu liar untukmu duduk-duduk di luar. Anyaman rambutmu kusut masai tapi keningmu terang benderang. Duduklah sini sayang.

Hari sudah kasip begini… siapa lagi yang akan datang?

Duduk sini dan genggamlah cangkir kenangan yang akan aku sodorkan. Di dalamnya meliuk-liuk nafas sejarah yang panjang, jangan kamu lupakan. Genggam erat-erat biar tubuhmu hangat.

Akan aku ceritakan sebuah kisah.

Seribu dua ratus empat puluh enam tahun yang lalu, ada seorang lelaki yang termakan sumpah. Janji untuk kembali setelah bertualang lelah. Seorang perawan yang terlalu setia, selalu menunggu kapal terakhir merapat di dermaga. Sambil duduk di ayunan memainkan boneka. Apa mau dikata, kelasi-kelasi mabuk yang datang tak pernah membawa kabar berita. Perawan tetap setia, walau merana.

Duduklah sini sayang, puaskan laparmu, makan dari pingganku. Teguklah anggur-anggur kenangan yang kusajikan. Supaya lupamu hilang, supaya deritamu sirna.

Nanti, pada kokok ayam pertama kita pergi. Tinggalkan negeri tak berperadaban ini. Saat matahari nanar membakar ladang-ladang gandum, kita sudah akan sampai di negeri entah berantah yang hanya kita berdua tahu.

Pada saatnya nanti pasti akan kukatakan:

“Tatap mataku dalam-dalam. Kenanglah, aku lelaki yang seribu dua ratus empat puluh tahun lalu pernah ucap janji…
….padamu.”

Ide nya saya dapet waktu baca Blues Untuk Bonnie sambil denger lagu Abraham Laboriel yang berjudul Guidum.
Tentang kerinduan seorang budak pada kampung halaman.
Lalu lahiran ide untuk memasukkan tokoh Pelacur, penyanyi kulit hitam yang kena sifilis dan cerita tentang tanah harapan. Jadi deh Blues Malaria 😬

  1. Pemilihan Diksi
Ini adalah bagian paling penting dalam membuat prolis. Fungsinya untuk memperkuat kesan.
Harus ada emosinya, semakin meluap, semakin indah.
Misalnya dalam contoh Prolis di atas, saya lebih memilih kata kasip ketimbang sore karena maknanya lebih kuat atau pinggan dibanding piring.
Pemilihan diksi bukan untuk bikin penasaran, tapi punya makna kuat.
Contoh lain dalam Prolis bertajuk "Nyanyian Angsa" karya Sang Maestro: W.S. Rendra.
Diksi penguat nilai rasa dan Rendra berhasil membuat hal itu di "Nyanyian Angsa", brutal tapi indah. (silakan googling untuk lebih jelasnya)

  1. Pematraan
Ini bagian paling penting. Sebagaimana prosa yang harus kuat dalam deskripsi ruang, prosa liris juga demikian. Enaknya prosa liris lebih bebas, jika kita diminta mendeskripsikan sesuatu kita bisa bikin seemosinal mungkin.

BAB 2
TANYA JAWAB

Tanya (T) : Dalam kelas lain, salah satu sifat prosa liris adalah bersifat romantis, maksud romantis ini gimana ya, uncle?
Jawab (J) : Betul, tapi siapa yang bisa kasih tolak ukur sebuah keromantisan. Romantis bersifat private, semua orang punya definisi romantis sendiri.

T: Menurut Uncle, gimana perkembangan prosa liris? Pangsa peminat, penyuka fanatiknya, atau barangkali nilai jual di dunia perbukuannya?
J: Kurang bagus, masyarakat Indonesia masih suka sastra paperback, makanya wattpad laku.

T: Kalau di luar?
J: Lebih berprospek, taste seni masyarakat nya udah terlatih.

T: Kenapa uncle suka nulis prosa liris?
J: Karena media menulis lain ga ada yang semegah prosa liris.
Satu paragraf prosa liris bisa sama dengan 5 halaman prosa dalam makna.

T: Uncle uncle, jadi memang prolis dan prolik itu beda? Trus boleh pakai dialog dua-duanya? 
J: Sama aja
Boleh pakai dialog.
Saya pernah menulis prosa liris yang 90% dialog.

JENDELA
October 21, 2016

“Sudah kubilang jangan sekali-kali berani membuka jendela itu!”

“Kenapa?”

“Karena saat kamu melihat dunia di balik jendela kamu akan menginginkannya.”

“Itu apa?”

“Itu adalah tangisan.”

“Kenapa manusia menangis?”

“Karena hatinya sedang dihinggapi kesedihan?”

“Apa itu kesedihan?”

“Kenyataan yang terjadi di luar harapan.”

“Apa pula itu harapan?”

“Sesuatu yang kamu inginkan agar terjadi dalam hidupmu.”

“Aku paham sekarang. Berarti manusia akan menagis jika harapannya tidak terpenuhi.”

“Benar. Cepat tutup jendela itu!”

“Sebentar, apa itu yang di sebelah sana?”

“Itu tawa.”

“Kenapa manusia suka sekali dengan tawa?”

“Karena tawa adalah wujud bahagia.”

“Bahagia?”

“Iya, bahagia.”

“Apa itu bahagia?”

“Bahagia adalah saat harapanmu terpenuhi.”

“Berarti tawa adalah kebalikan dari tangis?”

“Tepat.”

“Kenapa tangis diciptakan? Bukankah akan lebih menyenangkan kalau hanya ada tawa di dunia?”

“Untuk menggenapi takdir.”

“Aku jadi bingung. Apa itu takdir?”

“Takdir adalah yang terjadi pada manusia saat mereka sibuk merencanakannya.” *)

“Bahasamu terlalu tinggi. Jelaskan padaku dengan bahasa uang mudah aku pahami.”

“Tidak ada penjelasan lain, sekarang lekas tutup jendelanya.”

“Sebentar, tolong jelaskan yang berpendar dari dada manusia itu apa?”

“Itu cinta.”

“Cinta?”

“Iya.”

“Akan aku tutup jendelanya setelah kamu jelaskan cinta padaku.”

“Tak pernah ada penjelasan tentang cinta.”

“Kenapa begitu?”

“Karena cinta bersifat personal. Tak pernah bisa didefiniskan.”

“Lalu kenapa cinta diciptakan.”

“Untuk menggenapkan.”

“Menggenapkan siapa?”

“Manusia.”

“Bukankah manusia sudah genap dan lengkap.”

“Belum. Lihatlah mereka. Mereka berbeda dengan kita. Mereka hanya memiliki sebelah sayap.”

“Karena itukah mereka tidak pernah bisa terbang ke sini?”

“Tepat.”

“Lalu…?”

“Lalu apa?”

“Bagaimana cinta bisa sebegitu menggenapkan?”

“Saat manusia dalam cinta mereka akan saling berepelukan, erat, sampai tubuh mereka lumat, jadi satu. Jadilah sayap mereka lengkap. Lalu mereka dapat terbang.”

“Kalau mereka dapat terbang, kenapa mereka tidak pernah sampai bisa ke sini?”

“Karena mereka betah tinggal di dunia dibalik jendela.”

“Apa menariknya dunia di sana?”

“Tidak ada.”

“kamu pasti berdusta.”

“Tidak.”

“Kalau dunia di sana tidak menyenangkan, kenapa manusia betah sekali tinggal di sana?"

“…………”

“Baiklah, kalau kamu tidak mau menceritakannya. Akan aku tutup jendelanya sekarang.”

Mungkin karena aku sudah tua dan alpa, rupa-rupanya cinta sempat singgah melalui jendela. Jadilah kami merana. Tertawa, 

menangis, tersenyum dan berkerut-kerut kening karena berusaha memahami hakikat cinta itu sendiri.

*) John Lennon, Beautiful Boy


Bab 3
BEDAH TULISAN

Kita bedah beberapa tulisan prosa liris teman-teman di sini ya.

*Gedebog Tua*
Oleh: Winarto Sabdo

dia merasa bagaikan seorang ratu phrameswari
yang duduk di singgasana yang agung megah menawan hati
bersolekkan segala keindahan yang akan dikagumi duniawi
dimana semua orang akan datang menatap dan ingin memilikinya

sekarang hanya dia seorang berkuasa di wisma penjaja asmara
tiada ratu pesaing duduk di kanan kirinya hanys dia saja penghuninya
ratu bohay yang kecantikkannya bak primadona mati karena AIDS dan ratu semok yang masih keturunan tionghoa terkena sifilis dan sirna
mereka berguguran menuai buah dari kemaksiatan pekerjaan ini

ratu jablai tanpa senyuman menatap kosong ke arah kaca
dahulu banyak lelaki mengetuknya sekedar mencari perhatiannya
sekarang mereka hanya melewatinya dengan tatapan kosong dan hampa
tergesa menuju istana baru tempat pelacur muda dari generasi yang lebih belia

ya orang perlahan telah melupakkan kemolekkan tubuhnya
duapuluh tahun lamanya dia dipuja para pencari cinta
sebagai sosok primadona penguasa seantero komplek prostitusi
kini hanya seperti sebatang gedebog pisang tua tak berharga
andai suatu saat dia tumbang
takkan ada yang memperdulikannya....

Tanggapan:
*ini termasuk prolis kah?*
Apa yang teman teman rasakan waktu baca prosa liris ini?
Apa kelemahan dan kelebihan prosa liris di atas?
Oke, tulisan gedebog tua menyalahi aturan pertama dalam prolis, curahan perasan. Prolis melulu berisi keberpihakan, entah itu suka, jijik, benci, melaknat, simpati dll.
Di tulisan itu hanya menceritakan kisah Pelacur tua yang dibumbui diksi dan analogi sehingga kesan emosi yang mau diangkat terasa kurang.

*Bahasa Cinta di Tengah Lenyapnya Cinta*
Oleh: Wakhid Syamsudin

_(Dulu sih kupikir ini sudah bener prosa liris)_

"Pergilah, Nak, tinggalkan Rohingnya. Biarkan kami menunggu Izrail, kemana pun pergi, toh, ia akan memanggil, meski di sini kami hanya bisa menggigil."

Kata-kataku di selaksa tangis yang tidak kaugubris di antara kecemasan dan ancaman tragis. Dua keranjang kauikat meski kami tak sepakat karena apalah arti nyawa kami yang sudah nyaris sekarat dalam dekap jazad yang kehilangan daya kuat.

"Aku akan membawa kalian serta, karena kalian bagiku permata, bahkan tidak akan pernah rela kalian keluar airmata, karena kalianlah cinta."

Ucapanmu tulus dari cekung wajahmu yang tirus ditopang tubuhmu yang kian kurus karena kami tak lagi sanggup mengurus. Kau angkat kami satu persatu, merebah di keranjang itu, meski harapan selamat pun belum tentu, meski kau tahu nyawa bisa melayang sewaktu-waktu, tak menyurut tekadmu yang membatu.

"Kau memanggul surga, Nak. Surga akan menyertaimu selalu, Nak."

Tidak kaupedulikan lelah agar kami tetap di atas, kaubawa langkah kaki telanjangmu pada tanah berlumpur yang kaulintas, hutan dan bukit serta sungai kauretas, agar sesegera mungkin melewati tapal batas, agar nyawa selamat tuntas, karena kampung halaman hanya menyisakan kisah nahas.

Nizam, kunamai engkau ketika terlahir, bahkan kami tak habis pikir, sedemikian tekadmu membawa kami menyingkir, dari jangkauan laknat para kafir. Nizam, kujumpai Uwais Al Qarni, sahabat Nabi yang pantas disegani, karena hidup berlimpah bakti, menggendong ibunya ke tanah suci, demi menunaikan haji. Dan Uwais terlahir di sini, dengan nama Nizam si anak kami, surgamu menanti, segala hidupmu kami ridhai.

Tanggapan:
Tulisan kedua mengingatkan saya sama prolis lama, keterikatan diksi kuat, saling membelit, jadi terasa kurang bebas. Tapi pemilihan diksi nya bagus.
Dan akan lebih kuat kalau pake Pov 1 ketimbang pov 2.

*Me, A Jew*
By: Fathin

They say if there is heaven in the meadow. But I only found the widows. Their husbands send to the war. Women can’t move, because there is too far.

            Head stays on the ground. If you don’t want to hear the deadly sound.  Bombs on the north, sulfur on the south. “One Palestinian’s life is a ticket to heaven,” government said. They dressed so beauty, speak about humanity. But slaughtering the children with no mercy. Should I believe the government?

            I walk along the night. Wondering, where is the knights? Head beheaded, heart betrayed. The country clap, when the soldiers take a nap. On the hill of dead bodies, where women and children buried with their worries.

            They say, if war is for justice. But I smell it is only for a prestige. Above thousands of people that killed. Yet, they say if God’s order still doesn’t fulfilled.

            I walk along the day. Meet a man called Faraday. “Another woman is raped in front of her baby!” he said. It’s not only a story. It’s a May day story, I’m afraid. They kill the Palestinians. Spread fear beyond the tanks’ shadow. I don’t get what Heaven’s will. If there’s only tears and sorrow?

            I still in Jerusalem, hope there is no other ruin. But the soldiers push me to join, torture  the Palestinians. They say if  it’s a patriotic. I say it’s a genocide.

            “You are a Jew. You should own Jerusalem!” a soldier speak.
            “I am a Jew. I should brother with the Moslem!” I won’t repeat.

            So I leave him, walking into the dome. Still stand like a stone, think about human and throne.  Two pity kids come, tell me if there is no tomorrow. No warm pillow, houses always on fire. Make me won’t to swallow, that government order. It’s tons of lie.

            What is the Heaven’s will, if there’s only tears and sorrow?

Tanggapan:
Tema bagus, keberpihakan ada, diksi keren, tapi masih terpaku pada plot prosa.

Oleh: Lia Anelia

Meringkuk di sudut ruang rindu. Seperti biasa. Hanya aku. Dalam penantian tanpa temu. Selalu berakhir dengan pilu. Namun tak jua buatku menyerah. Aku tetap setia menunggu. Hingga batas waktu.

Batas waktu? Batas yang mana? Jika sabarku tak kenal waktu. Berwindu ku sabarkan hati. Hingga kini, mungkin selamanya. Ya, selamanya.

Selama apa? Mungkin hingga tutup usia? Atau hingga nirwana? Entahlah. Akankah rinduku terus menyepi di sudut hati hingga negeri abadi? Mengapa sedalam itu? Aku pun tak tahu. Hanya rasa ini yang kian erat mengikatku tanpa tahu mengapa.

Mengapa harus aku sendiri yang menyimpan luka? Sedang kau asik dengan mimpimu. Berlayar kemanapun engkau mau. Meraih cita, katamu. Sebersit tanya kadang terlintas begitu saja. Namun aku tak kuasa meminta. Mematahkan asamu demi sebuah hati, yang mungkin tak berarti bagimu.

Bagimu hadirku hanyalah semu. Seumpama debu, yang terlihat hanya jika ada cahaya. Walau nyatanya udara yang kau hirup pun tak lepas dari partikel debu, bukan? Ya, akulah debu yang terhirup dalam setiap udara yang kau hela, walau kau tak pernah menyadarinya.

Tanggapan:
Ini bagus, prosa liris pop romantis.
Saya liat udah mulai bagus tulisannya, tapi...
Nilai rasa dan pesan yang terkandung di dalamnya juga harus kuat.
Tolak ukur nya, kalau pembaca belum menangis, merasa sesak, terharu atau jijk, berarti kita harus belajar lebih banyak lagi. Baca itu penting, tapi lebih penting lagi memilah apa yang kita baca. Maka biasakan membaca buku yang punya kualitas bagus. Perbandingan nya turun 30%. Maksudnya, jika kita membaca sebuah buku dari seorang penulis dan mempelajari nya dengan baik, maka ilmunya akan kita kuasai 70%.
Coba kalau kita pilih buku dengan kualitas buruk, berapa persen penurunan kualitas yang kita dapat.
Tolak ukurnya kualitas dikatakan bagus ialah waktu kita baca, kita di ajak tamasya, melupakan separuh dunia dan jadi bikin kita percaya kalau kita seutuhnya memang manusia.

Catatan dari penulis:
Demikian rangkuman materi bertema Prosa liris yang telah disampaikan oleh Uncle Ik. Untuk yang ingin bertanya lebih dalam, boleh berkunjung ke blog pribadinya berikut ini www.achmadikhtiar.blogspot.com dan 

Jika ada kekeliruan dalam penyampaiannya, saya mohon dimaafkan. Semoga tulisan rangkuman yang saya buat ini bisa memberikan sedikit pencerahan dan manfaat bagi yang membutuhkannya.
Terimakasih untuk pemateri yang telah berkenan membagi ilmunya, serta para pj odop batch 6 yang telah menyediakan ruang untuk kami belajar, serta rekan rekan odop batch 6 yang sudah berpartisipasi membuat diskusi ini menjadi semakin meriah. 
Terkhusus untuk teman teman yang saya sertakan salinan karyanya dalam tulisan ini, semoga berkenan. 🙏😊

#ResumeMateri_ProsaLiris
#KelasFiksiODOP6
#KomunitasOneDayOnePost

Terimakasih sudah berkunjung, boleh jejak di kolom komentar ya jika berkenan. 🙏😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

[DIY] Tiga Kreasi Mainan Edukasi Berbahan Flanel

Ketika menjadi Ibu, secara otomatis kita dituntut untuk lebih kreatif demi terselenggaranya pendidikan dan pengasuhan anak yang menyenangkan.  Kita dituntut untuk cakap berinovasi, menciptakan permaianan, ataupun kegiatan yang mendukung tumbuh kembang anak sekaligus membuat mereka merasa nyaman dan antusias. Sebagai Ibu, tentu saja kita menginginkan yang terbaik untuk buah hati kita. Adakalanya kita yang dulunya "malas", "tidak cakap", dan cuek tetiba harus menjadi seseorang yang baru, yang menguasai apapun secara otodidak. Hanya karena tekad yang kuat, menjadikan kita teguh memperjuangkan itu semua, sebagai bentuk tanggung jawab dan kewajiban hakiki sebagai madrasah utama bagi buah hati tercinta. Pada kesempatan kali ini, saya akan sedikit berbagi tentang apa yang bisa kita kreasikan untuk membuat media bermain yang menyenangkan sekaligus "mencerdaskan" yang bisa kita buat secara mandiri, alias DIY (Do It Yourself) . Berikut beberapa cont

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🀲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung