Langsung ke konten utama

Senjamu, senjaku, senja kita

"Langit senja merona jingga
Temaram lampu syahdu memadu cahaya
Ada rasa tertinggal di ufuk utara
Hangat, berkolase disudut ruang jiwa
Bukan yang pertama 
Namun tertancap dalam dada

Gemuruh menanda tanpa suara
Hanya hening namun penuh makna
Aku tertunduk dalam kecamuk
Entah apa gejolak yang semakin terpupuk

Segalanya bermula dalam sebuah senja
Ketika hati pilu bertemu jiwa perkasa
Seolah luka sekonyong hilang tak berbilang
Sekejap gulita menjelma kilau gemilang

Sekelebat kata tertata
Terapung menyisir udara 
Tak sempurna sekaligus penuh pesona
Dan aku terhuyung dalam asa
Menggenggam rindu yang jumawa

Berpeluh kumengeja makna
Mentasbih segala gerik memuja
Getar sukma membuncah ruah
Seolah nirwana bersambut mesra

Lesatan waktu tertinggal di ujung senja
Terngiang bisik angin di telinga
Menghembus gelagat dalam tatap mata
Tajam menghujam namun menyejukkan
Entah apa yang berdesir bagai harapan

Pena tergores berbait-bait
Cerita menguntai berbaris-baris
Linang berurai bertetes-tetes
Hati berdegup terseret-seret

Tengadah tanganku mengiba
Sudilah DIA mengatur rencana
Disuatu senja merona jingga
Aku dan dia berpadu menjadi nyata."

Ah, kututup kembali buku spesial yang kupersembahkan untukmu. Ya, sengaja kubuat untuk menyimpan kenangan kita, walaupun pada akhirnya aku tak mampu lagi menjangkaumu kini. 

Pertemuan pertama yang sangat berkesan, tak ingin kulupa, walau sepanjang perjalannannya penuh duri dan luka. Namun apapun tentangmu, tetap membuatku tegak menggenggam harapan walau terlihat penuh keridakmungkinan. 
Ya, kau yang selalu meyakinkanku disaat keraguan datang menyerta. Kau yang selalu membangkitkan semangat disaat langkahku semakin gontai. Kau yang warnai hidupku ketikan hanya kelam yang kupunyai. Dan, kaulah sumber inspirasiku ketika aku terjebak dalam kebuntuan yang tak berkesudahan.
Terimakasih untuk semua yang telah kau hadirkan dalam liku perjalanan kita yang terjal dan penuh kelok. Aku tak pernah menyesali seluruh episode kita berdua, karena setiap cerita selalu punya sisi tak terlupakan. 

Biarlah masa itu terkubur jauh di belakang, tak mengapa. Biarlah jejak kita terhapus oleh ombak ketidakmungkinan yang niscaya, tak mengapa. Biarlah kebersamaan kita terhenti tanpa tahu kapan akan terulangi, tak mengapa. Biarlah aku disini berdiri sendiri tanpa kau menemani hari demi hari, tak mengapa.
Aku tak menyesali, walau harapaan kerap menghantui. Aku tak menyimpan benci walau terkadang rasa kecewa sesekali menghampiri. Aku tak hendak miminta paksa dirimu untuk kembali, walau kerinduan membuncah hari demi hari. Aku hanya terikat dalam kenangan, bukan untuk terjebak dalam masa lalu, namun hanya sekedar mengguggah hasrat untuk tegak kembali, menyusuri episode baru dalam hidupku, dengan harapan yang meluap, walau tanpa sosokmu lagi. Yang kupunya hanyalah semangat yang kau tulari, bergemuruh menggelora dalam lubuk hati.
Terimakasih. Kau yang telah lebih dulu singgahi nirwana. Doa terbaik tulus kupanjatkan untukmu, selalu, setiap hari, tanpa jeda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em

Menggali Potensi Diri dengan Menulis Antologi

Pict: Pixabay Bismillahirrohmaanirrohiim... Tahun ini adalah tahunnya panen buku antologi. Huaaa... ini bahagianya campur-campur sih. Antara senang tapi gemes, soalnya perbukuan ini kok ya launchingnya hampir berbarengan... *kekepindompet Terlepas dari itu, ya pastinya saya sangat bersyukur dong, sekaligus bangga, ternyata saya bisa mengalahkan bisik ketakutan dalam diri yang merasa tak mampu, malas hingga cemas. Bisa nggak ya? Bagus nggak ya? Laku nggak ya? *ups Sebenarnya, dari awal, tujuan saya ikut berkontribusi dalam even nulis buku bareng ini, hanya karena ingin punya karya, yang kelak bisa juga membuat saya, setidaknya merasa bangga dan bersyukur pernah berkontribusi dalam membagikan kemanfaatan dari apa yang saya miliki.  Entah pengetahuan walau cuma seuprit, atau pengalaman yang baru seumur jagung, atau sekedar curahan hati yang bisa diambil hikmahnya oleh yang membaca. *semoga 🤲 Makanya, saat launching buku, saya tidak ngoyo untuk promosi. Atau mung

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek saja. Ta