Langsung ke konten utama

sahabat bilang cinta

Hembus sepoi angin menerpa kudukku, sejuk dan menyegarkan. Perasaan ini kembali mengingatkanku akan episode berbunga di masa lalu. Masa ketika kau dan aku kerap menghabiskan waktu bersama. Tak ada kata cinta disana, namun kebersamaan ini tetap membuatku mengawang. Kau dengan segala kesempurnaan yang kau miliki, tiba tiba datang menawarkan persahabatan. Aku sempat terpana, namun kesempatan tak akan pernah menghampiri dua kali, bukan? Maka dengan penuh sorak sorai dalam hati segera saja kuterima tawaranmu dengan penuh binar. Kaupun tersenyum manis dan mengucapkan kata terimakasih dengan tulus saat kubilang "Baiklah...". Ku ulurkan tangan, ku rapalkan dengan fasih namaku "Aura Salsabila". Kau pun sambut dan jabat tanganku dengan antusias sambil menyebutkan namamu penuh semangat, "Dhika Anggara". Dan hari hariku kemudian menjadi penuh warna.

Kerap kau berceloteh tiada henti, membuat telingaku pengang, namun hatiku berbunga. Tak sedikitpun ku berkeluh, hanya asik menatap pergerakan bibirmu yang terus saja merapalkan rentetan kata kata yang tak sepenuhnya ku pahami. Namun demi melihat binar bahagia dan senyum manismu, aku pun hanya sanggup menganggukan kepala, tersenyum dan menatap takzim, tetap setia mendengarkan celotehanmu walau kadang tak kuperhatikan penuh penuh.

Kau membawa keceriaan dalam hidupku. Hariku tak pernah membosankan lagi setelah kehadiranmu. Kau yang selalu kutunggu dan kurindukan, entah apa gerangan rasa yang tiba tiba menggerogoti hatiku. Setelah sekian lama terbiasa dengan kebersamaan, hatiku pun merajuk menginginkan persahabatan yang sudah terjalin ini berganti status. Aku semakin suka dan takut kehilanganmu. Maka kuberanikan diri untuk mengungkapkannya padamu, di beranda rumah, di sore hari yang cerah, ketika kau untuk kesekian kalinya berkunjung ke rumahku, ku katakan dengan berat... 
"Dhik, gue suka ama lo." Hening, tak ada jawaban, hanya helaan napas lembut ku dengar. Seulas senyum menghiasi bibirmu, kau beranjak dari kursimu dan mendekat.
Kau sentuh dengan lembut jemariku yang gemetar menahan malu, dan dengan wajah inocent mu,
kau bisikkan padaku, 
" Terimakasih Ra, aku pun sungguh menyukaimu, tapi saat ini aku merasa lebih nyaman bila kita tetap seperti ini, gak apa apa kan Ra? "


#flashfiction ini ditulis untuk mengikuti program
dari nulisbuku.com di facebook dan twitter
@nulisbuku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lintang, Sang Penghibur

Pixabay Hai namaku Lintang.  Ini kisahku dengan seseorang yang sangat aku sayangi... Orang-orang mengenalnya sebagai penemu alat pembunuh kanker yang kini sedang menjadi pembicaraan banyak kalangan. Katanya dia bergelar Profesor Doktor. Tapi ia memperkenalkan diri sebagai 'War' padaku saat kita pertama kali berbincang. Karena kupikir ia terlihat sangat dewasa, dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya, memberi kesan begitu 'pintar', maka kuputuskan untuk memanggilnya "Papi War". Namun, tahukah kalian, pertemuan pertama kali dengannya adalah ketika ia sedang menunggu bus di salah satu halte.  Ia terlihat basah kuyup. Memang hari itu hujan deras tengah mengguyur kota.  Aku terduduk lemas di sampingnya, menatap jalanan yang mulai tergenang air hujan. Sekilas ia menoleh padaku. Akupun menoleh padanya. Namun dia hanya diam saja. Akhirnya kuberanikan diri saja mengajak dia bicara terlebih dulu. Awalnya ia cuek ...

SETULUS CINTA DEWI

Courtesy: Google "Segumpal rasa itu kau sebut cinta Seperti pelangi selepas hujan Ada rindu disana Bersemayam dalam harapan Yang perlahan memudar Saat rasamu ternyata tak kunjung terbalas" Dewi Maharani. Kisah asmaranya seumpama puisi. Indah membuai namun hanya ilusi. Berbilang masa ia setia. Namun waktu tak jua berpihak padanya. Adakah bahagia tersisa untuknya? *** "Wi, kamu habis ketemu lagi sama si Wijaya?" Suara ibu menggetarkan udara, menyambut kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. Dewi bergeming. Matanya lekat menatap semburat cahaya mentari yang memantul lembut dari sebalik jendela. "Wi, kenapa sih kamu terus memaksakan diri. Wijaya itu sudah beranak istri. Sudahlah, berhenti saja sampai disini. Sudah telalu banyak kamu berkorban untuknya," Wanita paruh baya itu menambahkan, kembali menasehati gadisnya untuk kesekian kali. Perlahan si gadis pemilik mata sayu menghela nafas, sejenak mengumpulkan kekuatan untuk membalas ucapan ibunda ...

Mengenalkan Literasi Sejak Dini Lewat Program 'Duta Baca Cilik'

Sejak tujuh hari yang lalu, saya telah mendaftarkan Abang dalam kegiatan literasi bertajuk 'Duta Baca Cilik' yang infonya saya dapatkan melalui sebuah postingan di Facebook.  Begitu membaca, saya langsung tertarik untuk ikut serta, walaupun saya belum yakin, apakah bisa konsisten mengikuti rule yang diberlakukan, karena kebetulan pada saat yang bersamaan, saya sedang memegang banyak amanah yang harus ditunaikan. Namun, demi menemukan kembali ritme kebersamaan bersama duo krucil, saya pun 'menerima' tantangan ini. Dan, sejak Senin lalu, resmilah kami sebagai bagian dari peserta 'Duta Baca Cilik'. Sebuah kegiatan literasi, dimana, kami, para peserta, diwajibkan untuk membaca atau membacakan buku setiap hari.  Sebuah gerakan, yang memiliki tujuan untuk saling mendukung dan memotivasi para Ibunda dalam mengenalkan literasi sejak dini dengan pembiasaan membaca / membacakan buku setiap hari kepada buah hatinya. Bagi saya, ini kesempatan em...